MotoGP Sachsenring 2016: Finis Ke-8, Saya Rasa Rossi Bodoh!
Lagi! Ketika saya pikir
balapan akan berjalan mudah untuk Valentino Rossi, musibah malah terjadi.
Seperti ketika di Mugello saat Rossi terlihat begitu cepat namun tiba-tiba
motornya ngebul. Atau saat di Assen ketika Rossi memimpin namun tergelincir dan
jatuh tersungkur. Dan di Sachsenring musibah kembali terjadi. Kali ini bukan
salah motor atau jalan yang licin. Tapi … ah, saya rasa kemarin bukanlah hari
yang bagus untuk The Doctor.
Sebenarnya kalau bicara
tentang hari yang bagus, saya rasa semua pasti setuju kalau saya bilang bahwa
kemarin adalah hari yang bagus untuk Marc Marquez, Johann Zarco, dan Khairul Idham Pawi. Kenapa? Apalagi kalau bukan karena mereka bisa menang di kelas
masing-masing. Meski sebenarnya saya rasa Cal Crutchlow yang finis di posisi
ke-2 juga pasti berpikir kemarin adalah hari yang bagus untuknya.
Untuk Khairul Idham, meski
saya tidak menonton balapan Moto3, tapi mendengar bahwa pembalap Malaysia bisa
berdiri di podium tertinggi tetap saja terasa luar biasa. Dan kemudian
pertanyaan pun muncul. Sebuah pertanyaan yang saya rasa bukan hanya saya yang
merasakan. Sebuah pertanyaan berbunyi …
“Kapan
ya pembalap Indonesia bisa kayak gitu?”
Beralih ke Moto2
Entah kenapa, ketika
balapan berlangsung dalam kondisi hujan, saya selalu berpikir bahwa ada kutukan
pembalap yang sedang leading akan jatuh tersungkur. Dan di Moto2 Jerman
kemarin, kutukan itu terbukti. Dimulai dari Takaaki Nakagami yang crash di awal
lomba ketika sedang memimpin. Lalu hal yang sama juga terjadi pada Franco Morbidelli
beberapa lap jauh setelah itu. Kenapa bisa begitu, ya? Sekali lagi, kayaknya
memang kutukan.
Moto2 Sachsenring
Jerman 2016 adalah pembuktian bagi Johann Zarco bahwa dia memang pantas disebut
sebagai penguasa kelas tersebut. Zarco tidak menang begitu saja. Meski ketika balapan
memasuki last lap, semuanya memang sedikit terlihat cukup mudah bagi Zarco,
namun ada Jonas Folger sang pembalap tuan rumah yang terus mendekat.
Puncaknya ketika
memasuki tikungan terakhir. Folger mengambil jalur dalam dan secara ajaib
mengambil posisi pertama dari tangan Zarco. Saat itu semua orang pasti berpikir
bahwa ini akan menjadi balapan yang manis untuk sang pembalap tuan rumah.
Namun, hanya beberapa detik setelah itu, Zarco menghancurkan perkiraan semua
orang. Karena mengambil jalur yang terlalu dalam, hal itu membuat Folger keluar
tikungan dengan sedikit melebar. Sementara Zarco yang mengambil tikungan dengan
normal, akhirnya keluar tikungan dengan jalur yang normal pula. Dan di lintasan
lurus terakhir, di situlah Zarco melibas Folger untuk membuktikan siapa raja
sejati di Moto2.
Beralih ke kelas MotoGP
Apakah kutukan bahwa
pemimpin balapan akan jatuh di wet race juga terjadi di kelas ini? Jawabnya
adalah iya. Memang korbanya hanya satu. Dan Danilo Petrucci adalah orangnya.
Agak ironis memang. Karena Petrucci sering disebut sebagai pembalap spesialis
hujan.
Berbicara tentang GP
Sachsenring kemarin, saya rasa topiknya adalah betapa briliannya Marc Marquez
dan betapa bodohnya Valentino Rossi. Lalu bagaimana dengan Jorge Lorenzo? Saya
rasa ketika balapan berlangsung dalam kondisi basah, semua orang lupa kalau
dunia punya seorang pembalap hebat yang pernah beberapa kali juara dunia
berjuluk Por Fuera. Jadi, saya pikir Lorenzo tidak perlu dibahas.
Pada awalnya balapan
berjalan cukup sulit untuk Marquez. Meski start dari pol position, posisi
Marquez kian melorot lap demi lap. Puncaknya ketika dia melebar hingga ke
gravel. Untungnya Marquez tidak jatuh. Namun ketika kembali ke aspal, Marquez
telah tercecer di urutan 9.
Berbeda dengan Marquez,
Rossi justru terlihat cukup nyaman dengan berkendara di belakang Dovizioso.
Semuanya terlihat cukup bagus karena sepertinya Rossi bisa saja merebut posisi
pertama dari Dovi ketika waktunya tepat.
Lap demi lap terlalui.
Nampaknya lintasan pun mulai mengering. Beberapa pembalap mulai menukar
motornya di pit. Dan Marc Marquez adalah salah satu pembalap yang melakukan itu
cukup awal. Awalnya saya agak ragu apakah itu keputusan yang tepat. Maksud saya
mungkin saja lintasan belum kering sepenuhnya. Bukankah kondisi seperti itu
akan membuat pembalap mudah tergelincir?
Dan akhirnya benar apa
yang saya pikirkan. Pol Espargaro yang menukar motornya di lap yang sama dengan
Marc Marquez tergilincir dengan motor ban keringnya. Saat itu, Pol berada satu
posisi di belakang Marquez. Saat itu pula saya berpikir apa yang kira-kira akan
terjadi pada Baby Alien. Bencana? Atau justru berjaya?
Dan sepertinya pilihan
ke dua adalah pilihan yang benar. Marquez melaju dengan sangat kencang. Saking
kencangnya, gap dengan pembalap-pembalap terdepan pun semakin menipis. Tidak
mengherankan sebenarnya. Karena waktu putaran Marquez dengan pembalap lain yang
masih memakai ban basah terpaut cukup jauh.
Sementara itu, Rossi
masih terlihat cukup santai dengan aktivitas berkendara di belakang Dovinya. Seakan
mengabaikan ancaman Marquez yang melaju dengan kencang di belakang sana. Puncak
kesantaian Rossi terlihat ketika The Doctor mengabaikan instruksi tim untuk
masuk ke dalam pit stop. Ketika Rossi melewati garis start tanpa masuk pit stop
padahal sudah diinstruksikan, dalam hati saya berkata …
“Loh,
kok nggak masuk?”
Ya, Rossi tetap melaju
di belakang Dovi diikuti beberapa pembalap satelit di belakangnya. Dan setelah
keluar dari tikungan terakhir di lap itu, lagi-lagi Rossi tidak masuk ke dalam
pit. Lagi-lagi dalam hati saya berkata …
“Apa
sih yang ada dipikaran Rossi? Kayaknya Marquez bakal menang, nih.”
Dan setelah itu, untuk
ketiga kalinya Rossi mengabaikan perintah dari tim untuk masuk ke dalam pit.
Gap Marquez dengan pembalap terdepan semakin menciut. Dan lagi-lagi dalam hati
saya berkata …
“Berakhir!
Sudah berakhir! Marquez sudah pasti akan menang.”
Pada akhirnya Rossi
mengganti motornya. Namun semua telah terlambat. Marquez benar-benar menang dan
Rossi harus puas dengan finis di posisi 8. Ada pembelaan dari The Doctor bahwa
motornya tidak sebagus ketika basah. Sehingga dia finis di posisi 8. Tapi
sebenarnya jika saja Rossi menurut dengan instruksi tim untuk masuk pit
beberapa lap lebih awal, bukankah seharusnya dia bisa finis di posisi yang lebih
baik?
Pada balapan kali ini,
rasanya saya tidak akan ragu untuk menyebut Rossi bodoh. Ya, sangat bodoh.
Jangan salah, saya mengatakan itu bukan sebagai haters Rossi. Saya tetap berada
di pihak The Doctor. Dan saya cukup yakin semua penggemar Rossi juga berpikiran
sama dengan apa yang saya pikirkan. Atau setidaknya, jika ada yang tidak tega
menyebut Rossi bodoh, pastinya mereka tetap berpikir keputusan menunda pit stop
adalah sesuatu yang salah, egois, dan mengecewakan.
Terkahir saya hanya
ingin berkata tentang sesuatu yang baru saja saya sadari …
Bahwa terkadang dokter
juga perlu mendengarkan apa yang dikatakan oleh perawatnya.
FORZA VALE!
Belum ada Komentar untuk "MotoGP Sachsenring 2016: Finis Ke-8, Saya Rasa Rossi Bodoh!"
Posting Komentar