Kenapa Kartun Atau Anime Kena Sensor KPI Sedangkan Sinetron Lolos?
Pernah nggak sih
bertanya-tanya kenapa kartun atau anime yang tayang di televisi Indonesia
banyak sekali sensornya? Sementara itu, kok justru sinetron-sinetron malah
lolos sensor? Dan kemudian ngomong dalam hati, ini KPI kerjanya bener nggak,
sih?
Saya rasa, banyak
sekali orang di luar sana yang bertanya-tanya tentang apa yang saya tulis di
paragraf pertama. Dan kemungkinan kamu yang sedang membaca tulisan ini adalah
salah satu di antaranya. Dulu saya juga bingung tentang hal itu. Kenapa kartun
di sensor tapi sinetron lolos? Tapi, akhir-akhir ini, kayaknya saya tahu
jawabannya.
Dan jawaban dari kenapa
kartun kena sensor adalah ... karena kartun-kartun yang disensor tersebut berasal
dari luar negeri.
Karena
dari luar negeri? Hah? Yang bener aja? Kok alasannya nggak logis gitu?
Ok, sebelum kamu
semakin bingung, saya akan coba jelaskan. Disadari atau enggak, kartun yang
biasanya kena sensor itu memang selalu dari luar negeri. Sandy tupai dari
kartun Spongebob yang kena sensor KPI karena berbikini dari Amerika. Atau Tsunade
dari anime Naruto yang disensor belahan dadanya juga dari Jepang. Dan masih
banyak lagi kartun atau anime lain yang disensor KPI dan tentunya berasal dari
luar negeri.
Lalu? Kenapa kartun-kartun
luar negeri ini disensor? Apakah ini bentuk diskriminasi karena mereka berasal
dari luar negeri? Jawabannya adalah … enggak juga.
Alasan sebenarnya
adalah karena kartun-kartun ini berasal dari luar negeri, maka pihak yang
memproduksinya tentu nggak kenal sama yang namanya KPI beserta regulasinya.
Maka dari itu ketika kartun-kartun ini dibuat, jelas tidak mengacu berdasarkan
aturan KPI yang makin ke sini makin ketat. Atau justru, makin ke sini makin
aneh.
Dengan kata lain, tentu
kartun-kartun yang berasal dari luar negeri tersebut diproduksi dengan mengacu
kepada aturan atau regulasi dari komisi penyiaran dari negara yang
bersangkutan. Dan ketika kartun-kartun tersebut masuk ke Indonesia, sudah pasti
kalau kartun-kartun tersebut harus menyesuaikan dengan regulasi yang ada di
sini. Karena adegannya nggak mungkin dirubah, maka jalan satu-satunya adalah
disensor.
Tapi kebayang nggak sih
kalau misalkan kartun-kartun yang berasal dari luar negeri tersebut dibuat
menyesuaikan dengan regulasi KPI? Mungkin nanti Tsunade yang biasanya
menampilkan belahan dada bakalan pakai jilbab syar’i. Asuma Sarutobi yang
biasanya ngisep rokok jadi ngisep tutup bolpen. Atau Boku no Pico yang
adegannya begituan bakalan dirubah jadi adegan main lompat tali.
Hal yang berbeda
terjadi pada kartun-kartun asli Indonesia. Adit Sopo Jarwo misalnya. Atau Riska
dan Si Gembul. Mereka cenderung aman-aman aja dari sensor KPI. Kenapa? Ya
karena mereka paham sama regulasi KPI. Jadi ketika mereka diproduksi, pihak
yang memproduksi udah tahu mana yang bakal kena sensor KPI mana yang enggak. Jadi
mereka bisa menghindari itu.
Sebenarnya alasan
kenapa sinetron Indonesia banyak yang lolos sensor KPI sama seperti apa yang
saya tulis di paragraf sebelumnya. Karena mereka tahu regulasinya. Dan kalau
diperhatikan sinetron Indonesia selalu bermain di batas aman.
Batas
aman?
Yo’i batas aman. Adegan
berantem? Ada. Tapi kok nggak disensor? Simple, nggak ada darah yang keluar
akibat dari adegan berantem tersebut. Padahal regulasi KPI yang disensor darah.
Maka dari itu Boy anak jalanan bisa berantem bebas karena nggak ada darahnya. Sebaliknya
adegan pertarungan di Naruto langsung kena sensor karena biasanya darah yang
keluar banyak banget.
Batas aman. Nggak ada
tuh kayaknya karakter di sinetron yang belahan dadanya keliatan. Kita juga akan
kesulitan menemukan karakter sinetron yang merokok. Ini yang kita omongin
sinetron jaman sekarang lho ya. Kalau jaman dulu pas saya masih kecil adegan
merokok atau belahan dada banyak tersebar di sinetron. Tapi semenjak KPI mulai
memperketat regulasinya, semua mulai berubah.
Jadi kesimpulannya
adalah pengetahuan soal regulasi KPI yang tentu saja nggak dimiliki sama orang
luar negeri membuat kartun yang berasal dari luar banyak kena sensor. Dan
sebaliknya sinetron lolos dari sensor Karena bermain di batas aman.
Terakhir, postingan
kali ini nggak bermaksud untuk membela regulasi ketat –atau aneh- KPI. Saya di
sini cuman mau mencoba menjelaskan kenapa kartun-kartun banyak kena sensor
sementara sinetron malah lolos.
Jadi kira-kira begitu. Semoga
bermanfaat.
Saya dengar sponsbob pernah ngomong suara lumba lumba(=sensor)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusOh itu yang sepombop ngomong jorok di depan krastikrep, terus bicara jorok di depan tuan krep
HapusKami anak Indonesia gk bego bego amat
BalasHapusGua wibu Yandex
Hapus