Pengalaman Anehku Dengan Perokok
Aku ingin bercerita tentang pengalamanku
waktu aku kuliah semester 1 dulu. Waktu itu di pagi yang sejuk –atau kurasa
cukup dingin- aku pergi ke kampus untuk kuliah. Waktu itu aku sangat ingat
bahwa mungkin saja aku berangkat terlalu awal. Ketika aku datang dosennya belum
ada. Jangankan dosen, bahkan hanya segelintir mahasiswa saja yang sudah hadir
di pagi itu.
Sambil menunggu dosen, aku memutuskan
untuk duduk di sebuah kursi panjang yang letaknya sedikit jauh dari kelas. Di
situ aku duduk sendirian. Tapi itu bukanlah sebuah masalah karena sebagai
jomblo tentu saja aku sudah terbiasa sendirian. Atau akan lebih tepat jika aku
berkata sebagai jomblo tentu saja aku sudah terbiasa ngenes.
Beberapa menit berselang, banyak mahasiswa
yang mulai bermunculan. Salah satu di antara mereka adalah temanku. Namanya
Kara. Sama sepertiku, dia juga masih semester 1 di waktu itu.
Dengan santai Kara berjalan ke arahku.
Menghampiriku lalu memposisikan dirinya untuk duduk di sampingku.
Kami berbasa-basi layaknya manusia pada
umumnya. Hingga pada akhirnya kami mulai sadar bahwa kami sudah tak punya lagi
bahan pembicaraan yang dapat kami gunakan untuk menghangatkan obrolan. Dan
ketahuilah, itu adalah situasi yang benar-benar mencanggungkan. Seolah ada
pertanyaan imajiner “Ini aku harus ngapain ya?” yang menggema di kepalaku.
Memoriku melayang. Aku teringat, di
kesempatan lain aku pernah melihat seorang perokok yang terjebak dalam situasi
yang sama dengan situasi yang saat ini aku alami. Aku memperhatikan orang itu
dan aku menyadari sesuatu. Ya, seorang perokok punya cara tersendiri untuk
membunuh kecanggungan.
Ketika mereka tidak lagi bisa
menghangatkan suasana dengan sebuah obrolan, biasanya mereka akan memilih untuk
setidaknya menghangatkan tubuhnya sendiri dengan sebatang rokok yang terselip
di jari tangan. Dan sayangnya ini adalah pilihan yang Kara lakukan.
Kara mengambil sebatang rokok dan kemudian
menyalakannya. Awalnya itu bukanlah sebuah masalah hingga peristiwa itu
terjadi.
Karena tertiup angin atau apa, asap yang
dihasilkan oleh rokok Kara mulai berhamburan ke arahku. Dan reflek sebagai
orang yang bukan perokok tentu saja aku mengibaskan tanganku. Mencoba untuk
mengusir asap itu. Anehnya Kara justru memandangiku dengan tatapan tajam. Lalu berkata
…
“Bos, harusnya kamu bisa menghargai
orang yang merokok!”
“…… hah?!”
Tunggu! Tunggu! Tunggu!
Ok. Mungkin Kara tersinggung dengan
gerakan tanganku. Tapi … Menghargai orang yang merokok?
Ini aneh.
Kalau kita ingat-ingat kembali, dulu pernah
ada peringatan yang berbunyi “Rokok Membunuhmu” di bungku-bungkus rokok yang
beredar waktu itu. Itu artinya sebenarnya secara tidak sadar Kara sedang
mencoba untuk membunuh dirinya sendiri.
Tidak! Bahkan lebih buruk dari itu.
Karena yang berbahaya dari rokok adalah kandungan zat beracun yang ada di
asapnya, dan asap itu mulai terbang ke arahku, bukankah itu artinya sebenarnya
Kara sedang mencoba untuk membunuhku juga?
Lalu … anehnya dia memintaku untuk
menghargai tindakannya. Tunggu! Situasi macam apa ini? Kenapa aku harus
menghargai orang yang sebenarnya sedang mencoba untuk membunuhku?
Ini aneh.
Aku menghela napas. Aku masih tidak
habis pikir kenapa ada orang yang sebenarnya sedang membahayakan keselamatan
orang lain, bisa dengan tenang meminta orang lain untuk menghargai tindakan
berbahayanya?
Aku tidak mengerti. Mungkin ini yang biasa
disebut banyak orang dengan ucapan “Dunia Sudah Terbalik”.
Belum ada Komentar untuk "Pengalaman Anehku Dengan Perokok"
Posting Komentar