Mulai Dipanggil Pak, Apakah Usia 23 Sudah Tua?
Umur 23 itu udah tua
belum, sih?
Pertanyaan di atas
adalah sebuah pertanyaan sederhana yang akhir-akhir ini sering menggema di
dalam kepala saya. Dan misalkan ada seseorang yang datang kepada saya lalu
menanyakan pertanyaan persis seperti apa yang saya tulis di paragraf pertama,
maka saya rasa saya akan menjawab dengan cepat, BELUM. Alasannya cukup simple.
Saat ini saya berusia 23 tahun dan belum merasa tua.
Ya, setidaknya hingga
beberapa saat yang lalu. Sampai akhirnya saya menyadari jika akhir-akhir ini
banyak yang memanggil saya dengan sebutan PAK! Ya, tepat sekali … PAK! Sebuah
kata yang sering kali digunakan untuk menyingkat kata BAPAK. Masalahnya kata
PAK atau BAPAK ini biasanya digunakan untuk memanggil pria tua. Nah, jadi
sebenarnya usia 23 itu udah tua belum?
Sebelum menyimpulkan
apakah umur 23 itu udah tua atau belum, ada baiknya saya menganalisa dulu
kenapa saya bisa dipanggil pak. Saya curiga hal itu terjadi karena penampilan
saya. Bagi seseorang yang memiliki bentuk badan yang gemuk, adalah hal yang wajar
jika saya terlihat beberapa tahun lebih tua. Lalu kulit saya yang sawo matang
cenderung gelap saya rasa juga berpengaruh cukup banyak. Ditambah lagi, dalam
dua tahun terakhir saya cukup malas untuk mencukur jenggot dan kumis. Hmm,
sebuah kombinasi sempurna untuk membuat saya terlihat seperti bapak-bapak gemuk
berkulit gelap yang brewokan.
Sebenarnya, nggak semua
orang juga sih yang memanggil saya pak. Paling cuma orang-orang yang kerja di tempat
di mana mereka dituntut untuk terlihat seramah dan sesopan mungkin. Meskipun,
kalau saya perhatikan keramahan dan kesopanan mereka terkesan sangat-sangat
palsu. Sekedar memenuhi tuntutan pekerjaan karena itu termasuk dalam standar
operasional prosedur tempat mereka bekerja.
Yang saya maksud adalah
pegawai bank dan kasir minimarket. Kan mereka biasanya ramah banget, tuh. Tapi keramahannya
nggak pernah alami. Dan akhir-akhir ini, ketika saya masuk ke bank, tak jarang
dengan ramahnya teller bank tersebut akan berkata …
“Dengan Pak Faisal, ya.
Ada yang bisa saya bantu?”
Atau ketika pergi ke
minimarket …
“Isi pulsanya sekalian,
pak?”
Tebak bagaimana
perasaan saya? Jujur awalnya saya bingung. Maksud saya … hah?! Pak?! Bapak?! Ini
si teller beneran ngomong sama saya? Kenapa dia bisa berpikir saya adalah seorang
bapak-bapak?
Sekali lagi, jujur awalnya saya bingung. Pengen marah tapi kok aneh ya kalau harus marah. Tapi jujur, pas dipanggil pak sama mbak teller, saya pengen banget teriak ke mbaknya …
Sekali lagi, jujur awalnya saya bingung. Pengen marah tapi kok aneh ya kalau harus marah. Tapi jujur, pas dipanggil pak sama mbak teller, saya pengen banget teriak ke mbaknya …
“Mbak! Kok mbak panggil
saya pak, sih? Saya belum punya anak, lho! Bahkan saya belum punya istri! Bahkan
saya belum punya pacar! Bahkan saya … umm, belum pernah pacaran sejak lahir!”
Terkadang saya juga
pengen banget ngasih tahu ke mbak teller kalau saya ini bahkan belum lulus
kuliah. Artinya apa? Artinya, kalau kerja di bank dan jadi teller, bukannya
minimal S1, ya? Itu artinya si mbak teller harusnya lebih tua dong dari saya. Kok
saya dipanggil pak, sih? Why? Kenapa? Harusnya kan dipanggil dek. Soalnya dia
lebih tua. Kan enak gitu …
“Dengan Dek Faisal, ya?
Ada yang bisa kakak bantu?”
Nah, kan enak kalau
kayak gitu.
Tapi, sekali lagi nggak
semua orang memanggil saya pak. Terutama mereka yang beramah tamah tanpa
tuntutan dari perusahaan. Tukang tambal ban misalnya. Pegawai pom bensin juga. Bahkan
tadi pagi saat petugas Telkom datang ke rumah saya untuk memperbaiki wifi di
rumah, dia juga memanggil saya MAS. Sekali lagi MAS! Bukan PAK!
Kemudian pertanyaan itu
lagi-lagi muncul. Jadi ini sebenarnya umur 23 itu udah tua belum? Kalau saya sih
sekali lagi masih merasa kalau saya belum tua. Ahh, saya punya jawaban yang
lebih baik …
Umur 23 itu masih muda,
kok. Hanya saja sudah terlalu tua untuk bersikap kekanakan.
Panggil aja kak, mas, akang, aa, aden dll
BalasHapus