Pahlawan Masa Kecilku a.k.a My Childhood Heroes
Pahlawan
masa kecil atau childhood heroes. Pasti kamu pernah dengar kalimat itu, kan? Siapa
sih yang nggak pernah? Bahkan aku yakin mungkin kamu juga punya pahlawan masa
kecil. Entah itu tokoh fiktif, bintang olahraga, atau bahkan orang terdekat
seperti anggota keluarga. Kayaknya semua orang pasti punya pahlawan masa
kecilnya sendiri.
Di
artikel kali ini aku pengen bercerita tentang pahlawan masa kecilku. Dan karena
bingung cari kata-kata supaya intronya bagus, kayaknya mending kita langsung
aja, deh.
Jadi,
ini dia pahlawan-pahlawan masa kecilku …
Kimi
Raikkonen
Kenapa
Kimi Raikkonen? Karena waktu itu aku nggak suka Michael Schumacher. Maksudku,
aku nggak suka dengan dominasi Michael Schumacher yang waktu itu sering menang
dan berturut-turut juara dunia.
Waktu
itu aku masih SD. Tahun 2003 kalau tidak salah. Saat itu Kimi Raikkonen masih
menjadi pembalap muda yang mengendarai mobil McLaren Mercedess warna hitam. Di tahun
itu pula Kimi menjadi penantang serius Michael Schumacher untuk memperebutkan
gelar juara dunia. Meski pada akhirnya Michael Schumacher dengan Ferrarinya
yang keluar sebagai juara dunia, tapi hal itu nggak merubah Kimi Raikkonen
sebagai pahlawan masa kecilku.
Oh,
iya. Pada akhirnya pas tahun 2007 Kimi Raikkonen yang udah pindah ke Ferrari berhasil
juara dunia dengan selisih hanya 1 poin dari Hamilton dan Fernando Alonso. Dan
waktu itu, I’m very happy.
Raul
Gonzalez
Raul
Gonzalez adalah alasan kenapa aku pernah mendukung Real Madrid. Dan Raul
Gonzalez pula yang akhirnya juga menjadi alasan kenapa aku berhenti memberikan
dukunganku terhadap klub asal ibu kota
Spanyol itu.
Berawal
di tahun 2002. Mungkin beberapa waktu setelah pergelaran Piala Dunia di
Jepang-Korea Selatan usai. Atau bahkan saat piala dunia itu masih berlangsung.
Aku nggak begitu ingat, sih. Tapi waktu itu Omku –atau orang lain, ya?-
membelikanku sebuah poster bergambar tim sepak bola yang tengah berpose
berbaris seperti yang biasa mereka lakukan sebelum mereka bertanding. Dan tim
sepak bola itu adalah Real Madrid. Lengkap dengan nama-nama pemainnya di bagian
bawah poster.
Dan
poster itu akhirnya sukses membuatku yang waktu itu masih kecil bersimpati
terhadap Real Madrid. Lalu waktu itu aku ingat di setiap hari minggu/senin pagi
sekitar subuh aku selalu menyetel TV dan mendapati Real Madrid yang tengah
bertanding. Dan di antara sekelompok pemain berkaos putih yang selalu aku
tonton setiap akhir pekan itu, ada satu pemain yang akhirnya aku tasbihkan
sebagai pemain favoritku. Siapa lagi kalau bukan pemain bernomor punggung 7 Raul
Gonzalez. Ya, dia adalah pahlawan masa kecilku yang lain.
Lalu
setelah tahun demi tahun terlewati, pada musim panas 2009 Real Madrid membeli
Cristiano Ronaldo yang juga identik dengan nomor punggung 7. Waktu itu aku
benar-benar takut jika nomor punggung 7 yang sudah melekat dengan Raul Gonzalez
tiba-tiba diberikan kepada Ronaldo. Tapi untungnya hal itu tidak terjadi. Dan
Ronaldo memakai nomor punggung 9.
Petaka
terjadi di tahun 2010. Raul Gonzalez pergi dari Real Madrid –mungkin karena
jasanya sudah nggak begitu diperlukan- dan akan bermain untuk Schalke 04 di Bundesliga
Jerman. Waktu itu aku benar-benar berharap nomor punggung 7 milik Raul akan
dipensiunkan dan haram bagi siapapun untuk memakainya. Layaknya nomor punggung
3 di AC Milan yang dipensiunkan untuk menghormati Paolo Maldini.
Namun
harapanku nggak terkabul. Nomor punggung 7 akhirnya diserahkan kepada Cristiano
Ronaldo. Dan waktu itu … sebenarnya agak memalukan untuk mengakuinya. Tapi aku
benar-benar sakit hati. Dan sejak saat itu aku nggak pernah lagi dukung Real
Madrid.
Valentino
Rossi
Jika
aku disuruh milih antara Kimi Raikkonen, Raul Gonzalez, atau Valentino Rossi,
jelas tanpa pikir panjang aku akan menyebut nama Valentino Rossi sebagai
pahlawan terbesar di masa kecilku. Dan bahkan sebenarnya hingga saat ini. Dan
mungkin untuk selamanya.
Mungkin
tahun 2001. Berawal dari bapakku yang suka nonton MotoGP dan mendukung Rossi,
akhirnya aku terseret dalam arus itu. Motor kuning –waktu itu aku nyebutnya ijo
pupus- bernomor 46 dengan tulisan Nastro Azzuro sukses membuatku tergila-gila
dengan balapan motor. Meski hanya nonton, sih.
Waktu
itu belum ada internet. Sebenarnya udah ada, sih. Cuman aku belum kenal
internet. Tapi untungnya waktu itu bapakku berlangganan tabloid Otomotif yang
terbit setiap hari jum’at. Jadi waktu itu untuk mengetahui kabar terbaru dari
MotoGP, aku baca aja tabloid itu.
Tapi
kayaknya tahun 2001 aku belum terlalu fanatik, deh. Waktu itu aku memang sudah
nonton MotoGP. Tapi kayaknya aku benar-benar menjadi gila di tahun 2002 saat
Rossi pakai motor Repsol Honda. Dan semakin menggila di tahun 2003. Lalu semakin
meningkat dan meningkat ketika The Doctor pindah ke Yamaha.
Dan
bahkan hingga saat ini tingkat kekagumanku terhadap The Doctor sama sekali
tidak berubah. Kekagumanku terhadap Valentino Rossi masih sama dengan belasan
tahun lalu ketika Rossi masih menjadi pahlawan masa kecilku.
Muhammad
Santoso
Belum ada Komentar untuk "Pahlawan Masa Kecilku a.k.a My Childhood Heroes"
Posting Komentar