Audisi SUCA 3 Jogjakarta
Pernah nggak sih kamu
pergi ke suatu tempat, terus di tempat itu, kamu berkata dalam hati … “Ini
ngapain sih aku di sini?” terus kamu mulai berpikir … “Kayaknya mending pulang
aja, deh”. Gimana? Pernah nggak ngerasain yang kayak gitu? Kalau saya sih
pernah. Tepatnya tiga hari yang lalu. Di Jogja, pas ikutan audisi Stand Up
Comedy Academy 3 Indosiar.
Jadi awalnya saya memang
nggak berniat untuk ikutan audisi karena faktanya saya sudah lama banget nggak
stand up. Terakhir kali saya pegang mic untuk ngelawak itu bulan November 2016.
Udah lama banget. Saya pikir, saya sama sekali nggak punya alasan apapun untuk
ikutan. Tapi pada akhirnya, saya tetap berangkat.
Pada hari sabtu, 5
Agustus 2017 kemarin, saya pergi ke Jogja bersama teman saya dari komunitas
Stand Up UMS, Prince Victory. Kunjungan kami ke Jogja tidak lain dan tidak
bukan untuk ikutan audisi SUCA 3. Sebuah audisi yang sekali lagi sebenarnya
jujur saja nggak pengen saya ikuti. Kalau bukan karena Prince yang
terus-menerus mengajak saya, sumpah saya beneran nggak akan pergi ke Jogja. Ok,
itung-itung mengantar teman, lah. Soalnya si Prince ini nggak punya motor. Belakangan
saya jadi curiga jangan-jangan dia begitu ngotot ngajakin saya karena butuh
tumpangan soalnya nggak punya motor. Tapi nggak papa juga. Sekali-sekali bantuin
teman
Beberapa hari sebelum
berangkat ke Jogja, saya sempat ngirim WA ke Rilo, teman saya dari komunitas
Stand Up UMS juga yang kini sudah lulus dan kerja di Jogja jadi fisioterapis. Meski
udah kerja, tapi dia masih aktif stand up dan gabung sama komunitas Stand up
Indo Jogja. Saya mengajak Rilo untuk ikutan audisi. Awalnya Rilo menolak. Katanya
pengen fokus jadi fisioterapis dan nggak minat jadi comic professional. Tapi
akhirnya di hari audisi dia datang juga. Katanya dia datang cuma buat ketemu
saya dan Prince. Jadi, SUCA 3 secara nggak langsung bisa juga disebut sebagai
momen reunian stand up UMS.
Ok, saya yang nggak
punya alasan apapun untuk ikutan audisi kini jadi punya beberapa alasan. Pertama,
jadi ojek yang nggak dibayar buat Prince. Dia kayaknya sangat berhasrat dan
bahkan sangat yakin bisa lolos ke Jakarta. Kasian kalau bakatnya nggak tercium
pihak Indosiar hanya karena nggak ada yang nganterin. Kedua, pengen reunian
sama Rilo. Dulu waktu Rilo masih kuliah di Solo, saya sering banget berkunjung
ke kosnya. Jadi momen reuni selalu menjadi sesuatu yang menyenangkan. Ketiga,
karena di kampus saya sedang berlangsung semester pendek, siapa tahu ikutan
yang beginian bisa mengusir penat.
Jadi pada akhirnya saya
punya beberapa alasan. Tapi, sama sekali nggak terpikir di benak saya untuk
lolos ke Jakarta. Jadi alasannya ya cuma tiga itu tadi. Mengantar teman, reuni
sama teman lama, sama refresing. Karena tanpa target, saya sama sekali nggak
terbebani.
Eh, hampir ketinggalan.
Ada satu alasan lagi yang ternyata belum saya sebut. Saya sangat penasaran
sebenarnya audisi SUCA itu seperti apa, sih? Karena sebelumnya saya pernah ikut
audisi SUCI Kompas TV dua tahun lalu, saya jadi bertanya-tanya apakah sama
antara audisi SUCA dan SUCI yang pernah saya ikuti dulu.
Rasa penasaran saya
langsung terjawab ketika saya sampai di lokasi audisi. Dan jawabannya adalah
sangat berbeda. Bedanya jauh banget.
Di SUCI, siapa yang
datang duluan, maka dia yang akan maju audisi terlebih dulu. Di SUCA beda, ada
sesuatu yang disebut fast track. Jadi ada perlakuan khusus untuk orang-orang
tertentu. Peserta yang bisa masuk jalur fast track adalah mereka yang tergabung
dalam komunitas dan minimal berjumlah 10 orang. Jadi pas kami bertiga pengen
masuk fast track ditolak sama panitianya karena jumlahnya nggak memenuhi
syarat. Kalau kamu bukan anggota komunitas, apakah ada cara lain buat masuk jalur
fast track? Ada, caranya adalah dengan membeli produknya sponsor, Floridina dan
… saya lupa yang satunya dengan harga 50.000.
Karena lewat jalur
reguler, maka kami bertiga harus nunggu yang lewat jalur fast track audisi
dulu. Nunggunya lama banget. Cukup lama untuk bisa bikin saya ngomong dalam
hati “ini ngapain sih aku di sini?” sama “kayaknya mending pulang aja, deh”. Antri
dari dzuhur, dapat giliran audisi setelah maghrib. Mungkin sekitar setengah
tujuh. Sekali lagi, lama banget.
Lanjut ke cerita.
Ok, jadi habis maghrib
kami bertiga akhirnya dipanggil sama panitia. Tempat audisinya sangat berbeda
dari SUCI. Kalau di SUCI, comic langsung ketemu sama juri dan disaksikan secara
langsung sama penonton, di SUCA enggak. Jadi kita masuk ke dalam bilik. Biliknya
banyak. Ada 4 kalau nggak salah. Di dalam bilik itu hanya ada satu orang. Saya nggak
tahu orang itu siapa. Tapi kayaknya orang penting di Indosiar. Audisi yang dibilik
itu disebut audisi tahap 1.
Kalau lolos dari tahap
1, maka akan lolos ke tahap 2. Di sana hanya ada satu ruangan. Belum ada
penontonnya. Tapi ada 3 orang. Satu comic pro –waktu itu Awwe-, dan lagi-lagi
orang penting di Indosiar. Di tahap 2 ini dicari 30 orang terbaik yang akan
lolos ke tahap 3.
Tahap 3 dilaksanakan
hari minggu. Kalau yang ini udah disaksikan sama penonton langsung. Lokasinya
di café kalau nggak salah. Bahkan denger-denger jurinya adalah Raditya Dika. Kalau
di tahap 3 lolos, berarti lolos ke Jakarta.
Tuh, kan. Beda banget
sama audisi SUCI yang nggak pakai tahap-tahapan. Pokoknya datang langsung stand
up gitu aja. Sekali doang. Jadi, bisa dibilang menurut saya audisi SUCI lebih
simple dari audisi SUCA.
Balik ke cerita
Bertanya-tanya nggak
sih kira-kira saya sampai tahap mana di audisi kemarin? Ok, saya kasih tahu.
Saya bahkan nggak lolos di audisi tahap 1. Hehe. Parah banget emang. Jadi pas
masuk bilik di tahap 1, ada seorang ibu-ibu yang udah ada di dalam.
“Langsung aja mas,”
kata ibu itu.
“Langsung stand up nih,
buk?” tanya saya yang hanya dibalas anggukan sama ibu itu.
Mulailah saya stand up.
Tapi, daripada dibilang stand up, menurut saya malah lebih mirip kayak lagi
ngebadanin tapi ada yang nonton. Berasa kayak lagi combud sama ibu-ibu. Dan setelah
saya selesai …
“Materinya kurang, Mas,”
kata ibu itu. Saya agak bingung. Kurangnya di bagian mana?
“Kurang?” tanya saya
penasaran.
“Iya, itu tadi belum
ada 3 menit. Entar kalau kamu lolos, kamu akan kesusahan bikin materi yang
panjang.”
Saya hanya mengangguk
merespon ucapan sang ibu.
“Kamu ikut komunitas?”
tanya ibu itu.
“Iya,” jawab saya. Padahal
saya udah lama nggak aktif. Eh, komunitasnya ding yang lama nggak aktif.
“Mending kamu latihan
lagi, ya. Biar bisa nulis materi yang panjang.”
Akhirnya saya keluar
dari bilik. Kemudian saya sadar bahwa tadi stand up saya memang kurang panjang.
Bahkan saya cuma melempar kurang lebih 5 bit. Di luar, saya ketemu Prince. Katanya
dia juga gagal. Alasannya sama seperti saya, kurang panjang. Parahnya, prince
mengaku kalau dia cuma melempar 3 bit. Ini mah lebih parah dari saya. Haha. Saya
jadi bertanya-tanya dari mana datangnya rasa percaya diri Prince sebelum audisi
kalau ternyata pas audisi cuma 3 bit?
Sementara saya dan
Prince gagal di tahap pertama, Rilo justru lolos ke tahap kedua. Padahal dia
berangkat audisi niatnya hanya karena pengen reuni stand up UMS. Tapi justru
malah dia yang lolos. Namun sayang sekali, Rilo gagal masuk tahap 3. Batal
punya teman artis, deh. Padahal saya sangat berharap dia bisa lolos Jakarta. Kalau
punya teman artis kan bisa mendompleng ketenaran. Hehe.
Terakhir, meski sejak
awal udah bilang ke diri sendiri untuk nggak berekspektasi, tetap aja gagal itu
ternyata nggak enak, ya. Next time, ikutan audisi lagi? Pikir-pikir dulu, deh.
BACA JUGA:
Ribet amat sampe 3 kali
BalasHapusemang gitu gan regulasinya. berminat buat nyoba ikut audisi?
Hapus