Pondok Sobron Itu Asik Kok
Kata Orang Sih Sobron Itu Penjara Suci |
Pondok Sobron. Hmm… aku sangat yakin
hampir semua mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta pasti sangat familiar
dengan kata itu. Normalnya sih memang begitu. Jadi kalau ada anak UMS yang
nggak tahu apa itu Pondok Sobron, saranku sih... akehi sholate mas.
Jujur saja aku tak tahu kenapa tapi
seakan sudah ada presepsi publik di kalangan mahasiswa UMS kalau Sobron itu
mengerikan. Bagaikan terpenjara. Dikurung dalam neraka. Ya, terkurung
terpenjara dalam gua di gunung tinggi sunyi tempat hukuman para dewa. Begitulah
kata mereka.
Tapi, kurasa tidak seburuk itu juga
sih. Walaupun memang di sana tidak diperbolehkan membawa HP atau alat
elektronik lain, bukan berarti penderitaannya setara dengan apa yang dirasakan
Sun Go Kong yang tertindih gunung selama lima ratus tahun.
Ya, di Sobron hanya empat hari tiga malam kok. Jadi, misalkan kamu bener-bener nggak bisa menikmati dan merasa menderita saat menjalani waktu demi waktu di sana, tenang aja, itu nggak abadi kok. Karena cuma cinta yang memberikan penderitaan abadi. Hmm, begitulah cinta, deritanya tiada akhir.
Ya, di Sobron hanya empat hari tiga malam kok. Jadi, misalkan kamu bener-bener nggak bisa menikmati dan merasa menderita saat menjalani waktu demi waktu di sana, tenang aja, itu nggak abadi kok. Karena cuma cinta yang memberikan penderitaan abadi. Hmm, begitulah cinta, deritanya tiada akhir.
Jujur saja sebenarnya Pondok Sobron
benar-benar tak seburuk yang dikatakan orang-orang. Aku bisa berkata seperti
itu karena aku memang pernah merasakannya sendiri. Tepatnya itu terjadi pada
tanggal 10-13 November 2014. Aku pergi ke sana untuk menempuh kuliah Studi
Al-Islam 1. Sebuah mata kuliah wajib dengan nilai 2 SKS.
Empat hari di sana memang sebenarnya mirip seperti kuliah satu semester. Kita akan bertatap muka empat belas kali dengan fasilitator (tugasnya mirip kayak dosen, memberikan materi) dan di hari terakhir akan diadakan test yang menurutku fungsinya mungkin seperti UAS. Aku jadi membayangkan jika semua mata kuliah bisa ditempuh hanya dengan empat hari, mungkin dalam waktu satu tahun aku sudah lulus.
Empat hari di sana memang sebenarnya mirip seperti kuliah satu semester. Kita akan bertatap muka empat belas kali dengan fasilitator (tugasnya mirip kayak dosen, memberikan materi) dan di hari terakhir akan diadakan test yang menurutku fungsinya mungkin seperti UAS. Aku jadi membayangkan jika semua mata kuliah bisa ditempuh hanya dengan empat hari, mungkin dalam waktu satu tahun aku sudah lulus.
Aku berangkat dari rumahku di Sambi
Boyolali pada hari senin pagi tanggal 10 November. Aku tidak langsung menuju
Pondok Sobron yang terletak di Makam Haji. Melainkan mampir dulu ke tempat
temanku yang rumahnya juga di Makam Haji. Rencananya aku akan menitipkan
motorku di situ selama aku berjuang di Sobron.
Ketika aku pertama kali menginjakkan
kaki di Sobron, yang pertama kulakukan adalah memeriksa papan pengumuman. Itu
kulakukan untuk mengetahui di asrama dan kelas mana aku akan ditempatkan.
Setelah aku mengecek papan pengumuman, aku kini tahu bahwa aku akan menghuni
asrama 4. Dan akan belajar di kelas A.
Aku datang sedikit terlambat. Waktu
itu, semua peserta lain sudah berada di lantai tiga untuk menjalani upacara
pembukaan. Aku sedikit lega ketika aku mengetahui bahwa acara pembukaan belum
dimulai saat aku sampai di aula lantai tiga. Tak membuang waktu aku langsung
bergabung dengan orang-orang yang aku kenal. Karena memang tidak semua orang di
sini kukenal dan begitupun sebaliknya.
Setelah pembukaan selesai, kami
digiring menuju kelas. Di kelas, kami diberi kertas kecil. Kertas kecil itu
berfungsi untuk dijadikan CoCard. Fasilitator menyuruh kami menuliskan nama,
NIM, dan nomer absen di CoCard tersebut.
Ada satu hal yang menurutku aneh dari perintah fasilitator tersebut. Beliau menyuruh kami menuliskan nama depan kami. Bukan nama panggilan tapi nama depan. Dengan alasan agar memudahkan dalam pengecekan absen. Karena nama panjangku adalah Muhammad Faisal Riza, tentu saja aku menulis nama Muhammad di CoCard tersebut. Celakanya bukan hanya aku saja yang menyandang nama Muhammad di nama paling depannya. Alhasil pada akhirnya kelasku dipenuhi CoCard bernamakan Muhammad.
Ada satu hal yang menurutku aneh dari perintah fasilitator tersebut. Beliau menyuruh kami menuliskan nama depan kami. Bukan nama panggilan tapi nama depan. Dengan alasan agar memudahkan dalam pengecekan absen. Karena nama panjangku adalah Muhammad Faisal Riza, tentu saja aku menulis nama Muhammad di CoCard tersebut. Celakanya bukan hanya aku saja yang menyandang nama Muhammad di nama paling depannya. Alhasil pada akhirnya kelasku dipenuhi CoCard bernamakan Muhammad.
Banyak Yang Merasa Ingin Bebas Dari Kejamnya Sobron |
Di Sobron itu biasanya di setiap
materi akan dibentuk kelompok untuk presentasi. Saat materi pertama sedang
dipresentasikan kelompok lain, aku ijin ke toilet. Ketika aku kembali tiba-tiba
teman sekelompokku secara masif, terstruktur, dan sistematis mendesak agar aku
yang presentasi. Aku ingin menolak tapi rasanya tidak enak dengan teman-teman.
Karena ketika yang lain berdiskusi aku justru hanya tiduran dan bersantai.
Pada akhirnya aku benar-benar presentasi. Aku cukup terkejut ketika melihat semua orang dikelas memperhatikan setiap ucapanku. Ya, mereka semua tertawa dan tampak sangat menikmati sajianku. Banyak orang di kelas berkata mereka tertawa karena aku terkesan seperti sedang ber-stand up comedy. Entah kenapa aku sangat senang ketika mereka berkata seperti itu. Dan itulah momen di mana aku mengukuhkan diri sebagai Muhammad paling populer di antara Muhammad-Muhammad lain di kelasku.
Pada akhirnya aku benar-benar presentasi. Aku cukup terkejut ketika melihat semua orang dikelas memperhatikan setiap ucapanku. Ya, mereka semua tertawa dan tampak sangat menikmati sajianku. Banyak orang di kelas berkata mereka tertawa karena aku terkesan seperti sedang ber-stand up comedy. Entah kenapa aku sangat senang ketika mereka berkata seperti itu. Dan itulah momen di mana aku mengukuhkan diri sebagai Muhammad paling populer di antara Muhammad-Muhammad lain di kelasku.
Di hari kedua aku mendapat nama
panggilan baru. Nama panggilan yang benar-benar baru. Itu bermula ketika
temanku yang juga merupakan teman sekelasku di kuliah biasa memanggilku “Ya
Mohammed,” dengan nada bercanda dan logat yang dimirip-miripkan seperti logat Arab.
Anehnya seluruh penghuni kelas ikut-ikutan memanggilku seperti itu. Bahkan
fasilitatorku pun memanggilku Mohammed juga.
Ketika Sobron sudah berakhir dan aku pergi ke kampus seperti biasa, di parkiran, di koridor kampus, dan tempat-tempat lain sering kudengar dari kejauhan suara orang yang berteriak “Mohammded!” hmm… tak salah lagi, seseorang dengat logat Arab sedang menyapaku. Siapa pelakunya? Tentu saja teman-teman sekelasku waktu di Pondok Sobron.
Ketika Sobron sudah berakhir dan aku pergi ke kampus seperti biasa, di parkiran, di koridor kampus, dan tempat-tempat lain sering kudengar dari kejauhan suara orang yang berteriak “Mohammded!” hmm… tak salah lagi, seseorang dengat logat Arab sedang menyapaku. Siapa pelakunya? Tentu saja teman-teman sekelasku waktu di Pondok Sobron.
Baiklah, sekarang kita masuk ke hari
ketiga. Dalam sebuah materi, seperti biasa kami dibagi dalam kelompok untuk
berdiskusi. Tapi kami tidak diperintah untuk berpresentasi. Melainkan kami
disuruh untuk membuat mini drama tentang apa yang kami diskusikan.
Materi yang kami diskusikan pada waktu itu adalah tentang kesyirikan. Dan mini drama yang akan kami tampilkan adalah tentang Kebo Bule Kyai Slamet. Kira-kira peran apa yang akan kudapatkan…??? Tepat sekali. Aku menjadi Kebo Bule Kyai Slamet. Aku tidak tahu siapa yang merancang skenarionya, tapi entah kenapa aku diharuskan untuk menjalani adegan eek sembarangan. Menjadi Kebo Bule itu sudah buruk, belum lagi ditambah menjalani adegan itu. Hadeeh.
Materi yang kami diskusikan pada waktu itu adalah tentang kesyirikan. Dan mini drama yang akan kami tampilkan adalah tentang Kebo Bule Kyai Slamet. Kira-kira peran apa yang akan kudapatkan…??? Tepat sekali. Aku menjadi Kebo Bule Kyai Slamet. Aku tidak tahu siapa yang merancang skenarionya, tapi entah kenapa aku diharuskan untuk menjalani adegan eek sembarangan. Menjadi Kebo Bule itu sudah buruk, belum lagi ditambah menjalani adegan itu. Hadeeh.
Tapi Jadi Kebo Bule Itu Sebenernya Jadi Pemeran Utama Loh |
Di hari ketiga ini pula aku akhirnya
memotong rambutku. Bermodalkan gunting yang dipinjam dari fasilitator, pada jam
istirahat makan siang, temanku merapikan rambutku. Walau memang hasilnya tidak
begitu rapi tapi setidaknya gaya rambutku bukan lagi Gondrong-gondrong kribo
amburadul.
Di hari keempat aku… aku… aku… aku
pulaaaannnggg! Memang kurasa kenangan terbaik di hari keempat adalah
kepulangan. Aku ingat di hari itu ada test dan juga upacara penutupan. Tapi
tentu saja itu bukan bagian serunya. Bagian paling menyenangkan tetap saja saat
kepulangan.
Hampir aku lupa, di kasur yang
tertata rapi di asrama banyak sekali tulisan-tulisan aneh yang cukup lucu jika
kita perhatikan. Aku tidak ingat apa saja tulisan itu. Satu yang kuinggat
hingga saat ini adalah tulisan ACAB: All Co-Imam Are Bastard. Aku sangat yakin
yang menulis itu adalah supporter bola.
Pada akhirnya aku ingin mengatakan
bahwa aku sangat menikmati waktu demi waktuku yang terbuang di Pondok Sobron.
Aku sama sekali tidak merasa bahwa tempat ini adalah penjara atau pun neraka.
Ya, tempat ini cukup menyenangkan. Kini aku hanya berharap ketika aku datang
kembali ke Pondok Sobron untuk menempuh Studi Al-Islam 2, tempat ini masih
semenyenangkan ini. Tidak tidak tidak, aku berharap tempat ini akan jauh lebih
dan lebih menyenangkan.
Baca Juga:
Pondok Sobron Kedua, Tetap Asik Kok
Apa Itu PPK UMS?
Memilih Jurusan Kuliah, Antara Passion Atau Prospek
Mentoring FEB UMS 16/17: Tahu Gini, Mending Nggak Usah Aja
Baca Juga:
Pondok Sobron Kedua, Tetap Asik Kok
Apa Itu PPK UMS?
Memilih Jurusan Kuliah, Antara Passion Atau Prospek
Mentoring FEB UMS 16/17: Tahu Gini, Mending Nggak Usah Aja
Kakak sepupuku feb ums angkatan 2010 ( sekarang blm lulus sih ) dulu waktu di sobron kabur manjat pager.
BalasHapushahaha. sampai segitunya ya. padahal sobron itu nggak buruk-buruk amat kok
HapusTapi anaknya emang tipe tipe gabisa diem gitu sih, tipe tipe yg gatahan godaan hehehehe bererti kakak alim dongz ya bisa betah gitu
HapusHah? alim? nggak juga sih. aku bisa betah tu soalnya di sana tu asik. bisa dapet banyak temen juga. hehe. terus lagi pula itu kan wajib. sebenernya sobron itu kuliah juga lho. nilainya 2 sks. nantinya pengaruh ke IP.
HapusTergantung manusianya berarti kak, kalo nggak biasa begituan emang susah kali ya..
BalasHapusiya juga kali ya. eh dari kemarin kamu manggilnya kak terus ya. padahal nggak ada jaminan kalau kamu lebih muda dari aku loh.
HapusEmang kakak lahir tahun berapa ?
BalasHapuswah. gak enak kalau mau nyebutin tahun.
HapusDih kenapa ? Udah tua yaaa ?
BalasHapusKak, dapet anime anime gitu drmn sih ? Download ya ?
nggak bukan download. itu sebenernya anime hadiah dari langit
HapusHahaha mas ku tenar po pie iki.. tak iklanke yo mas😅
BalasHapusTenar ko ngendi? Iklanke? Opone?
Hapusnyobron enak, mas,, dibekalin ilmu agama :D
BalasHapushehe. Yang bikin enak itu karena jadi punya banyak teman baru. Atau kalau enggak ... sama temen yang awalnya nggak akrab, gara-gara di sobron jadi akrab. Itu sih menurutku.
HapusAbsen mas anak ums juga ini hahaha
BalasHapusMonggo-monggo. haha. bukan anak UMS kalo nggak pernah nyobron
Hapusjurusan apa mas
BalasHapusmanajemen FEB kak
Hapusapakah ini tersedia untuk akhwat juga?
BalasHapusiya kak. semua mahasiswa UMS
HapusSobron pulangnya jam berapa ka?
BalasHapussore ka. abis sholat asar hari ke 4
Hapuslokasi pondok nya dari taun ke taun tetep sama kah? dimana?
BalasHapussama dong.
HapusKebetulan saya baru saja selesai BA ke-2. Yang paling saja ingat itu makanannya, benar-benar perbaikan gizi utk anak kos :')
BalasHapusOh ya sekedar info, skrg sudah ditambah kamar mandi baru dekat asrama D jadi gak perlu ngantri banyak-banyak lagi kalo mau mandi hehe
Salam dari anak FKIP'18
waaah.. angkatan 18? masih muda sekali ya anda. hehe
Hapus