Tottenham Hotspur 2017/2018: Terbaik Di London
Dua hari yang lalu,
Liga Primer Inggris musim 17/18 resmi berakhir. Sebagai penggemar Tottenham
Hotspur, kalau boleh jujur, musim 17/18 adalah musim yang sebenarnya tidak
begitu berkesan buat saya pribadi. Namun, tidak begitu berkesan bukan berarti
sama sekali tidak berkesan. Setidaknya ada beberapa hal yang rasanya cukup
nempel dalam benak saya terkait perjalanan Spurs selama menjalani
petualangannya di musim lalu. Sepertinyanya cukup sampai di sini saja intronya. Mari
kita langsung saja …
Terbaik Di London
Harus diakui, di Liga
Primer musim lalu, Spurs tidak tampil sebaik musim sebelumnya. Terkait itu,
bahkan kita bisa melihatnya dari hal-hal yang sederhana. Jika di musim 16/17
Spurs berhasil finis di urutan kedua dan mengumpulkan poin sebanyak 86, di
musim 17/18 Spurs hanya finis ketiga dengan 77 poin. Dari situ saja ita bisa
melihat bahwa ada penurunan performa.
Tapi, meski begitu,
Spurs yang hanya finis ketiga dengan 77 poin berhasil menjadi tim London dengan
perolehan poin terbanyak di Liga Primer musim lalu. Bukankah itu berarti Spurs
adalah tim terbaik di London? Hal itu menurut saya cukup istimewa karena
terakhir kali Spurs menjadi yang terbaik di London, itu terjadi di musim 1994/1995.
Kala itu Tottenham finis di posisi ketujuh dengan 62 poin, hanya unggul 2 poin dari
pesaing London terkedatnya, Queens Park Rangers yang finis di urutan delapan.
Rekor Penonton
Terbanyak
Pada awalnya, Stadion
Wembley oleh sebagian orang disebut sebagai kutukan untuk Tottenham. Sulitnya Spurs
meraih kemenangan di Stadion terbesar se-Inggris adalah penyebab utama kenapa
julukan kutukan itu muncul. Namun, seiring waktu berjalan, Spurs berhasil
mengatasi kutukan tersebut. Kemenangan demi kemenangan menjadi sesuatu yang
mulai biasa kita saksikan ketika Spurs memainkan laga kandangnya di Wembley.
Kutukan berubah menjadi
berkah? Mungkin.
Yang lebih spesial
lagi, berkat kapasitas Wembley yang luar biasa besar, Spurs sukses mencatatkan
rekor sebagai tim dengan pertandingan kandang berpenonton terbanyak. Tepatnya di
laga Derby London Utara menghadapi Arsenal 10 Februari 2018 yang kala itu,
disaksikan langsung oleh 83.222 pasang mata. Memecahkan rekor 76.073 penonton
kala Manchester United menjamu Aston Villa pada Januari 2007.
Ngomong-ngomong,
tahukah kamu? Sejak Liga Primer musim 1994/1995, rekor jumlah penonton
terbanyak di setiap musimnya selalu menjadi milik Manchester United. Hal itu
terus terjadi secara berturut-turut hingga dengan musim 2016/2017. Sesuatu yang
bagi saya sendiri sebenarnya tidak mengherankan. Lha wong Old Trafford memang
stadion paling gede, kok. Jadi, bagi saya pribadi, bisa menghentikan rekor
Manchester United yang berturut-turut menjadi tim dengan penonton kandang
terbanyak selama 18 musim beruntun adalah sesuatu yang cukup special sebagai
penggemar Tottenham.
Mental Juara
Segala sesuatu di dunia
pasti memiliki dua sisi yang berlawanan. Hitam-putih, gelap-terang, dan
tentunya, bagus-buruk. Kalau dua poin sebelumnya saya menuliskan tentang sesuatu
yang bagus, kali ini mari kita masuk ke sesuatu yang buruk dari Spurs di musim
lalu. Jika kamu juga penggemar Tottenham, saya rasa kamu juga menyadarinya. Ya,
mental juara.
Sebagai penggemar
Spurs, kita boleh berbangga karena Spurs adalah tim dengan gaya main paling
menyenangkan untuk ditonton se-Inggris. Tentunya, jika kita tidak memasukkan
Manchester City ke dalam daftar. Tapi sayangnya gaya main yang bagus tidak
berarti apapun jika tidak didukung dengan mental juara yang mumpuni. Sering
kalah di laga penting adalah buktinya.
Kalah di semi final FA
Cup dari Manchester United. Kalah dari Juventus di 16 besar Liga Champions. Ngomong-ngomong,
untuk pertandingan melawan Juventus, hingga dengan half time leg 2 di Wembley, waktu
itu saya sangat yakin bahwa Spurs akan lolos ke fase selanjutnya. Tapi
sayangnya, lagi-lagi persoalan mental. Persoalan yang akhirnya membuat Spurs
lagi-lagi mengakhiri musim dengan nihil gelar.
Bek Kanan
Jika saya disuruh untuk
menyebut satu kata untuk mendeskrepsikan tentang bek kanan Spurs musim lalu,
maka tidak ada lain yang akan saya ucapkan selain kata L A W A K. Ya, di mata
saya, bek kanan Spurs entah kenapa sering kali bermain seperti pelawak.
Kieran Trippier bisa
jadi adalah pengirim umpan silang terbaik yang Spurs miliki sejak Gareth Bale
meninggalkan tim ini. Namun sayangnya, sebagai pemain yang menyandang posisi
sebagai bek, Trippier tidak mampu bertahan sebagus seperti saat dia mengirimkan
umpang silang.
Sementara itu, Serge
Aurier, bek kanan lain yang didatangkan dari PSG di musim panas 2017, di mata
saya bermain lebih ngelawak lagi. Tackling ngawur adalah sesuatu yang
seringkali kita saksikan saat Aurier beraksi. Yang paling saya ingat adalah
saat Spurs melawan West Ham. Saat itu Spurs unggul 3-0. Sebuah tackling ngawur
berbuah kartu merah untuk Aurier membuat West Ham tiba-tiba bangkit. Untungnya West
Ham hanya mampu mencetak 2 gol sehingga Spurs tetap keluar sebagai pemenang
dengan skor 3-2.
Tackling ngawur lain yang
cukup menempel di ingatan saya adalah saat Aurier melanggar Toni Kroos saat
Spurs menghadapi Real Madrid di Santiago Bernabeu dalam partai babak grup Liga
Champions musim lalu yang berbuah tendangan penalti.
Lawakan Aurier tidak
berhenti sampai di situ. Saat Spurs bertandang ke Selhurst Park tanggal 25
Februari 2018 silam, Aurier bahkan tidak bisa melakukan lemparan ke dalam
dengan baik dan benar. Ok, terkadang manusia memang membuat kesalahan. Tapi masalahnya,
itu terjadi sampai dengan 3X!
Tapi mungkin kita bisa
bernapas sedikit lega terkait permasalahan di bek kanan Spurs setelah Kyle
Walker-Peters baru-baru ini menandatangani perpanjangan kontrak hingga 2021. Ya,
KWP adalah setitik harapan. Hanya dua kali tampil penuh di Liga Primer musim
ini, hebatnya di dua pertandingan tersebut KWP selalu keluar sebagai man of the
match. Semoga saja Pochettino akan memberikan kesempatan yang lebih banyak
untuk KWP di musim depan.
Harry Kane
Tidak perlu panjang
lebar, jujur saya sedikit kecewa dengan Harry Kane yang mengklaim gol tendangan
bebas milik Eriksen saat Spurs bertandang ke markas Stoke City. Apapun
alasannya, bagi saya, entah kenapa itu tetap terlihat cukup egois. Mungkin kamu
akan berpikir bahwa seharusnya saya tidak menulis seperti itu tentang Harry
kane karena bagaimana pun dia adalah pemain Spurs. Tapi saya adalah penggemar
Tottenham Hotspur, siapa pun pemainnya. Saya bukan penggemar pemain ini atau
pemain itu. Dan di sini, saya hanya berusaha untuk jujur.
Ternyata Fans Liverpool
Menyebalkan
Mungkin ini akan
menjadi poin terakhir di postingan ini. Bagi saya, setelah pertandingan di
Anfield antara Liverpool melawan Spurs yang berakhir dengan skor 2-2, entah
kenapa penggemar Liverpool tiba-tiba berubah menjadi sekelompok orang yang
menyebalkan. Apakah kamu juga merasakan hal yang sama?
Belum ada Komentar untuk "Tottenham Hotspur 2017/2018: Terbaik Di London"
Posting Komentar