Stand Up Comedy, Batu Akik Atau Musik?



Sekitar sepuluh hari yang lalu, selepas open mic rutin Komunitas Stand Up Comedy Kampus UMS di kopiretweet, aku bersama empat comic lainnya tak segera meninggalkan kafe itu. Kami mengobrol ngalor-ngidul dengan tema yang tak pasti walau jika aku ingat kembali, ternyata semua obrolan itu masih ada kaitannya dengan stand up comedy.

Dari obrolan itu, masih ada satu kalimat yang hingga kini masih terngiang dalam kepalaku. Sebuah kalimat yang diutarakan oleh Fajar Yoga, comic dari komunitas Stand up Solo beberapa saat setelah kami berbincang mengenai SUCA Indosiar.

“Kemarin ada temenku yang nanya ‘mas, menurutmu stand up comedy itu akan seperti batu akik atau musik?”

Kira-kira seperti itulah apa yang diucapkan oleh Fajar Yoga. Tentu saja sebenarnya kalimat itu terlontar dengan bahasa Jawa.

Ok, mari kita bahas kalimat itu.

Di kalimat itu, Fajar Yoga berkata bahwa dia mendapat pertanyaan apakah stand up comedy akan seperti batu akik, atau musik?

Tentu saja yang dimaksud dalam kalimat itu adalah … batu akik, booming dan meledak. Ledakan yang besar, cepat, dan dahsyat. Tapi, tak lama setelah itu menghilang. Atau musik, sesuatu yang entah apapun kondisinya hampir tak kan pernah lenyap dari muka bumi ini.

Intinya, apakah stand up comedy hanya akan menjadi tren sesaat yang kemudian mati atau menjadi salah satu alternative hiburan yang akan bertahan dalam waktu yang sangat panjang?

Aku menghela napas. 

Sebenarnya, aku tahu bahwa pertanyaan itu adalah pertanyaan yang basi. Sesuatu yang mungkin sudah tidak perlu diperdebatkan lagi.

Sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa stand up comedy bukan trend sesaat. Dilihat dari banyaknya komunitas yang rutin melakukan open mic –walau ada juga komunitas yang muncul dan kemudian mati-, banyaknya special show, dan bahkan ada yang sampai menggelar tour dunia. Tentu saja itu bisa menjadi bukti bahwa geliat stand up comedy masih tetap ada dan hidup. Bahkan subur.

Stand up comedy memiliki penggemar sendiri. Penggemar yang cukup banyak walau memang masih dalam lingkup yang tidak terlalu luas. Karena alasan bahwa stand up memiliki penggemar sendiri, aku cukup yakin untuk menjawab bahwa stand up bukan trend sesaat.

Ya, setidaknya sebelum Indosiar mulai menayangkan ajang pencarian bakat Stand Up Comedy Academy a.k.a SUCA.

SUCA memberikan dampak yang sangat besar. Benar-benar besar. Stand up comedy yang awalnya seolah sudah memiliki zona nyaman dengan penggemar setianya tiba-tiba sukses menjaring zona yang lebih luas.

SUCA yang ditayangkan hampir setiap hari di jam prime time sukses membuat orang yang sebelumnya tidak mengenal stand up comedy menjadi paham dan berpikir bahwa kesenian yang mulai tumbuh subur di Indonesia sejak 2011 dengan kalimat seperti … “Kayaknya ini lawak model baru, deh?”

SUCA effect, begitulah banyak orang menyebutnya. Membuat stand up menjadi perbincangan banyak orang. Dari anak-anak hingga ibu-ibu tukang gosip semi profesional.

SUCA effect. Membuat TV-TV nasional macam MNC, RCTI, dan lain-lain dengan latah membuat program stand up comedy. Apa tujuannya? Mengembangkan kesenian ini? Kayaknya masalah rating, deh?

Tapi, bodo amat. Rating atau apapun itu … bagaimanapun juga membuat stand up comedy semakin dikenal di kalangan luas.

Sebagai comic amatir, menurutku ini adalah sesuatu yang bagus. Stand up comedy mendapatkan tempat di hati masyarakat. Banyak orang yang mengapresiasi kesenian ini. Luar biasa, bukan?

Namun, sebagai comic amatir pula, aku memiliki sedikit kekhawatiran. Bukan hanya aku. Mungkin comic-comic lain atau bahkan penikmat stand up comedy lainnya juga memiliki kekhawatiran yang sama dengan apa yang kurasakan.

Satu pertanyaan yang menjadi kekhawatiranku. Seberapa lama SUCA effect akan bertahan? Seberapa lama ledakan besar ini akan menggelegar?

Banyak orang berkata. Sesuatu yang dengan mudah meraih kejayaan, akan dengan mudah pula menghilang.

Kita ingat Sinta Jojo, Arya Wiguna, Norman Kamaru … mereka meledak dengan cepat, keras, dan dahsyat. Tapi, entah kemana perginya mereka saat ini?

Ok, mungkin ketiga contoh di atas tidak bisa disamakan dengan fenomena stand up comedy dengan SUCA effectnya. Karena individu susah untuk dipadankan dengan sebuah kesenian.

Namun bagaimana dengan kesenian dangdut gojet-gojet gak jelas yang sempat booming di TV beberapa waktu yang lalu?

Ketika TRANS TV sukses mengorbitkan Caesar dengan acara dangdut gojet-gojet gak jelasnya, TV-TV lain dengan latah membuat program yang sama.

Mirip dengan SUCA effect, bukan?

Dan akhirnya … karena semua TV menampilkan yang seperti itu, masyarakat mulai bosan. Acara dangdut joget-joget gak jelas pun menghilang. Mati. Bagai ditelan bumi.

Dan itu dia yang menjadi ketakutanku. Bagaimana jika masyarakat mulai bosan dengan stand up comedy?

Haaaah … aku menghela napas.

Aku tahu. Aku sering mendengar jawaban itu. maksudku … Jawaban seperti di bawah ini.

“Tenang. Selama comic-comicnya kuat, industri dan kesenian ini juga akan kuat. Pasti bertahan.”

Aku memejamkan mata sambil tersenyum tipis.

Menurutku, mungkin sebaiknya ini kusebut sebagai prediksi pribadiku. Cepat atau lambat acara TV tentang stand up comedy pasti akan berkurang. Atau bahkan mungkin hilang. Aku yakin masyarakat pasti juga memiliki titik jenuh akan tontonan ini.

Itu berarti … stand up comedy hanya tren sesaat? Stand up comedy di Indonesia akan mati?

Tidak. Aku membantah itu dengan sangat tegas. Sekali lagi, aku berkata stand up comedy tak akan mati.

Pada akhirnya, ketika demam stand up mulai mereda, hanya penggemar setia kesenian ini yang akan tetap bertahan untuk mencintai stand up comedy. Mereka tidak akan pernah pergi. Penggemar sejati stand up comedy di Indonesia selalu ada. Dan aku yakin –sebenarnya berharap- tak akan pernah mati.

Kita harus ingat, periode 2013 hingga awal 2015, stand up comedy ayem-ayem saja. Tidak ada gembar-gembor berlebihan dari media.  

Apakah di periode itu stand up comedy mati suri?

Tidak. Stand up comedy menjalani hari secara normal. Tetap dicintai oleh para penggemar setianya.

Open mic dikomunitas berjalan dengan rutin. Komika hebat menggelar special show. Stand up nite bertebaran di berbagai daerah. Itulah yang terjadi di periode itu. Dan kurasa, itulah yang akan terjadi ketika demam stand up karena SUCA effect ini mereda. Ya, semuanya akan tetap berjalan normal.

Terakhir …

Stand Up Comedy, Batu Akik atau Musik?

Kayaknya musik, deh.

2 Komentar untuk "Stand Up Comedy, Batu Akik Atau Musik?"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel