Setelah Baca Girls in the Dark [Review Buku]



Selamat gini hari netizen. Kali ini aku pengen sok-sokan ngeriview buku lagi. Setelah kemarin buku Kambing Jantan milik Raditya Dika yang jadi korban review asal-asalanku, kali ini giliran sebuah novel berjudul Girls in the Dark yang akan merasakannya juga.

Ok. Girls in the Dark merupakan novel terjemahan yang aslinya berbahasa Jepang karangan Akiyoshi Rikako. Memiliki judul original Ankoku Joshi (暗黒女子) dan terbit pada tahun 2013 di negara asalnya.

Di Indonesia, novel ini diterbitkan oleh Penerbit Haru. Mulai terbit 2014. Aku beli April 2015. Aku baca Mei 2015. Dan aku review November 2015. 

Eh, kayaknya tiga kalimat terakhir di paragraf di atas nggak begitu penting ya?
***
TULISAN YANG ADA DI COVER BELAKANG BUKU
Apa yang ingin disampaikan oleh gadis itu…?

Gadis itu mati.

Ketua klub sastra, Shiraishi Itsumi, mati. Di tangannya ada setangkai bunga lily.

Pembunuhan? Bunuh diri? Tidak ada yang tahu. Satu dari enam gadis anggota klub sastra digosipkan sebagai pembunuh gadis cantik berkarisma itu.

Seminggu sesudahnya, klub sastra mengadakan pertemuan. Mereka ingin mengenang ketua mereka dengan sebuah cerita pendek. Namun ternyata, cerita pendek yang mereka buat adalah analisis masing-masing tentang siapa pembunuh yang sebenarnya. Keenam gadis itu bergantian membaca analisis mereka, tapi….

Kau… pernah berpikir untuk membunuh seseorang?
***
Penilaianku tentang buku ini …

Apa ya? Bingung juga sih. Karena udah lama juga sebenarnya aku namatin baca buku ini. Mei tahun ini, berarti udah enam bulan. Lama juga ya.

Ok, gini aja deh. Karena aku ingin konsisten menjadi manusia anti spoiler, maka aku hanya akan memberikan kesan-kesan setelah membaca buku ini.

Sebaiknya kita memulai semuanya dengan berkata bahwa buku ini keren. Kenapa aku bisa bilang buku ini keren? Sederhana. Karena aku menamatkan membaca buku ini hanya dalam waktu dua hari saja. Keren kan?

Ceritanya itu misterius banget. Jadi wajar dong kalau aku penasaran terus membabi buta dalam membaca dan akhirnya menyelesaikan 276 halaman hanya dalam kurun waktu dua hari.

Banyak yang bilang novel ini terkesan kelam. Emang iya sih sebenarnya. Tapi justru itu yang bikin keren.

Di chapter awal-awal ceritanya seru sih. Tapi begitu masuk pertengahan kok jadi mudah tertebak. Gitu-gitu aja. Polanya sama. Tapi anehnya tetep bikin penasaran.

Untungnya, Akiyoshi Rikako memberikan akhir yang benar-benar nggak terduga untuk novel ini. Sama sekali nggak ketebak. Bener-bener mengejutkan.

Pengen tahu semengejutkan apa akhir dari novel ini? Sebaiknya kamu ke toko buku. Beli lalu baca sendiri.

Dari novel ini aku akhirnya tahu bahwa ternyata persaingan para gadis untuk menjadi yang paling populer di sekolah itu … mengerikan. Dan bahkan terkadang menjadi boomerang yang mematikan.

Dari novel ini pula aku menyadari bahwa ternyata rahasia adalah sesuatu yang sangat penting. Seperti kata karakter utama, Shiraishi Itsumi “Menggenggam rahasia seseorang sama dengan menggenggam jiwanya.”

Itu artinya dengan mengetahui rahasia seseorang kita bisa menguasai orang itu. Dengan mengancam akan membongkar rahasianya, kita bisa membuatnya melakukan apa yang kita minta.

Begitu juga sebaliknya. Kalau rahasia kita dipegang oleh orang lain, siap-siap aja bakalan jadi budak.

Untung aku orangnya jago menjaga rahasia. Sampai sekarang masih belum ada yang tahu lho kalau aku pernah pipis di kelas pas kelas 3 SD. Keren kan? Itu baru secuil bukti betapa jagonya aku dalam menjaga rahasia.

Pada akhirnya aku hanya ingin berkata bahwa novel Girls in the Dark karya Akiyoshi Rikako adalah novel yang keren. Recommended deh. Rekomendasi buat kamu semua.

Belum ada Komentar untuk "Setelah Baca Girls in the Dark [Review Buku]"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel