Komunitas Penderita Inkontinensia
“Lagi sibuk apa?”
“Lagi sibuk ngelatih”
“Ngelatih apa? Gajah
lampung?”
“Bukan. Kandung kemih.”
Haaaaah, percakapan di
atas memang bukanlah percakapan yang nyata. Namun, jika saja saya ketemu teman
lama yang kemudian secara tiba-tiba tanya saya sedang sibuk apa saya saat ini,
pasti percakapan yang akan terjadi adalah seperti yang saya tulis di atas. Ya,
saat ini, saya sedang sibuk melatih kandung kemih.
Melatih kandung kemih?
Ok, saya sangat sadar
bahwa untuk beberapa alasan, kalimat melatih kandung kemih pasti benar-benar
terdengar sangat aneh. Tapi, mau bagaimana lagi? Saya hanya mencoba untuk
berkata jujur.
Ah, sebenarnya beberapa
hari yang lalu, saya baru menyadari bahwa saya ini ternyata mengidap sebuah
penyakit yang disebut dengan inkontinensia. Beberapa menyebutnya secara lengkap
sebagai inkontinensia urine.
Mungkin, masih banyak
orang yang cukup asing dengan kata inkontinensia. Ok, saya akan mencoba untuk
menjelaskannya. Inkontinensia adalah ketidak mampuan menahan air kencing. Jadi,
secara lebih sederhananya, penderita inkontinensia gampang banget merasa
kebelet pipis. Bahkan, kalau si penderita baru saja keluar dari toilet untuk
kencing lima menit yang lalu sekalipun.
Nah, jadi penyakit
semacam itu yang saya rasakan. Sebenarnya saya sudah lama menyadari bahwa ada
sesuatu yang nggak beres dengan pola pipis saya. Hanya saja, baru beberapa hari
yang lalu akhirnya saya tahu bahwa yang seperti itu namanya inkontinensia.
Kalau pengen tahu
seenggak beres apa pola pipis saya, saya akan coba tuliskan. Jadi dalam satu
jam, saya bisa ke toilet sampai 5 atau 6 kali. Jadi singkatnya, dalam setiap 10
menit saya kebelet pipis. Jujur saja, itu sangat nggak nyaman dan melelahkan.
Setiap kali saya
mengeluhkan masalah ini ke orang lain, biasanya mereka akan berkata bahwa itu
cukup wajar. Karena faktanya saya mengkonsumsi air putih dengan jumlah yang
cukup banyak. Bahkan lebih banyak dari orang-orang kebanyakan.
Tapi meski begitu, bagi
saya ini tetap nggak wajar. Maksud saya, ke toilet setiap 10 menit? Bagaimana bisa
yang seperti itu dapat disebut wajar?
Tentang pipis lebih
sering dari orang lain, pertama kali saya menyadari itu adalah ketika saya
masih SMA. Dulu saat saya masih SMA, setiap kali pergantian guru, saya selalu
ijin ke toilet. Dan dulu, saya masih menganggap itu normal-normal saja. Tapi seiring
waktu berjalan kok rasanya jadi makin aneh. Jujur agak takut juga kalau
jangan-jangan ini adalah penyakit yang parah.
Kita balik lagi ke
beberapa hari yang lalu.
Nah, jadi beberapa hari
yang lalu, setelah saya tahu bahwa yang saya alami ini namanya inkontinensia,
saya mulai mencoba untuk mencari di internet tentang bagaimana cara
penyembuhannya. Dari beberapa cara yang saya baca, saya cuman ingat tiga hal. Pertama,
melatih kandung kemih. Kedua, senam kegel. Ketiga, kurangi konsumsi air.
Meski saya ingat tiga
cara, tapi yang saya praktekkan cuma dua. Melatih kandung kemih sama kurangi
konsumsi air. Kenapa senam kegel enggak dipraktekin? Simple, soalnya saya nggak
tahu senam kegel itu apa. Hehe.
Tentang melatih kandung
kemih, jadi gini. Itu sebenarnya latihan untuk menahan pipis lebih lama. Jadi kalau
biasanya setiap 10 menit saya menuruti keinginan kandung kemih saya yang
meminta saya untuk pipis, ini ditahan lebih lama. Jadi kayak semacam
membiasakan kandung kemih untuk menahan pipis.
Dan sementara ini, saya
mencoba menahannya selama minimal satu jam. Jadi kalau belum satu jam, saya
nggak akan menuruti keinginan kandung kemih saya untuk pipis. Entar kalau udah
terbiasa dengan minimal satu jam, secara bertahap durasinya akan saya tambah. Hingga
sejauh ini, cara ini cukup efektif. Sebagai contoh, kemarin -26 Februari 2017-,
selama sehari penuh saya hanya buang air kecil 13 kali.
Kok saya bisa tahu
dengan pasti bahwa kemarin saya hanya ke toilet 13 kali?
Sebenarnya saya
mencatatnya. Setiap kali saya ke toilet, saya mencatatnya. Detail dengan jam
dan menitnya. Selain mencatat aktivitas pipis saya, saya juga mencatat
aktivitas minum saya. Jadi saya minum apa, jam berapa, menit berapa, seberapa
banyak, saya mencatat semua itu.
Kenapa saya
mencatatnya?
Alasannya simple. Jadi kalau
misalkan apa yang saya lakukan itu belum cukup untuk membuat saya sembuh, saya
akan pergi ke dokter. Dan ketika saya menemui dokter tersebut, saya akan
menyerahkan print-print’an dari catatan saya. Biar gampang aja si dokter
menganalisanya.
Saat ini, nggak tahu
kenapa saya jadi berkhayal. Andai saja komunitas penderita inkontinensia itu
ada, tentu saya akan bergabung ke dalamnya. Sebuah komunitas yang berisikan
para penderita inkontinensia. Tempat di mana para penderita inkontinensia
berbagi pengalaman, atau saling mendukung satu sama lain untuk sembuh.
Andaikan komunitas
penderita inkontinensia benar-benar ada, kamu mau bergabung?
Belum ada Komentar untuk "Komunitas Penderita Inkontinensia"
Posting Komentar