Burung Kecil Di Gerimis Pagi
Pagi ini, gerimis
rintik-rintik turun membasahi bumi. Sesuatu yang terasa cukup normal terjadi di
bulan Januari. Layaknya pagi-pagi lain yang saya lewati di hari-hari
sebelumnya, saya melewatinya dengan melakukan jogging. Sesuatu yang memang
rutin saya lakukan setiap pagi.
Jujur saya lumayan suka
jogging dibawah guyuran gerimis. Saya suka udaranya, sejuk. Atau mungkin malah
cenderung dingin. Setiap kali saya jogging di sebuah pagi yang diguyur gerimis,
saya selalu ngomong dalam hati, “mungkin
begini kali ya rasanya jogging di Inggris”.
Meski saya memang belum
pernah pergi ke Inggris, tapi saya sering dengar kalau katanya udara di Inggris
itu dingin. Jadi setiap kali saya jogging pas gerimis, bagi saya kayak berasa
lagi jogging di Inggris. Hehe. Semoga suatu saat saya bisa beneran jogging di
Inggris. Amin!
Pagi ini, seperti biasa
saya jogging muter mengelilingi kampung. Lewat jalan raya, masuk gang, keluar
gang, kembali ke jalan raya dan begitu terus sampai jumlah putaran saya genap
menjadi enam. Kenapa enam? Karena setelah saya ukur dengan speedometer yang ada
di motor saya, enam putaram adalah angka yang dibutuhkan untuk mencapai jarak
tempuh 2km.
Di putaran pertama, ketika
saya melintas di jalan raya, saya melihat seekor burung kecil yang dalam bahasa
Jawa biasa dikenal dengan sebutan manuk emprit terbang sangat rendah. Ngomong-ngomong,
manuk emprit bahasa Indonesianya apa, ya? Burung pipit? Saya nggak yakin, sih. Karena
nggak yakin, maka kita sebut saja makhluk itu burung kecil.
Burung kecil itu
terbang sangat rendah di atas jalan aspal. Dari arah utara, yang mana adalah
arah yang berlawanan dari arah saya jogging, saya melihat sebuah motor melaju
dengan kecepatan sedang. Dengan mata kepala sendiri saya melihatnya. Ya, saya
melihat si burung kecil tersambar motor dari arah utara. Tubuh burung kecil itu
terpelanting di atas aspal. Memantul dua tau tiga kali dan kemudian berhenti.
Burung kecil itu sama sekali tidak bergerak. Dia tergeletak begitu saja di atas
aspal lengkap dengan guyuran gerimis di pagi hari. Waktu itu terlintas tanya di
kepala saya, “apakah burung itu mati?”
Di putaran kedua,
ketika laju saya kembali berada di jalan raya, dari kejauhan saya masih melihat
burung kecil itu tergeletak di tengah jalan. Sepertinya benar-benar mati. Ketika
laju saya semakin dekat dengan posisi si burung kecil, melintas mobil dari arah
utara. Roda bagian kanan mobil itu melindas tubuh si burung kecil. Tubuhnya tidak
hancur. Namun, saya melihat darah bercucuran dari tubuh mungilnya.
Di putaran berikutnya,
ketika melintas di tempat di mana burung kecil itu berada, tubuhnya telah
hancur. Tidak lagi terlihat seperti burung. Saya tidak tahu apa yang terjadi
karena waktu itu jalanan cukup sepi ketika saya melintasinya. Mungkinkah si
burung kecil terlindas lagi ketika saya melaju di gang? Entahlah.
Kemudian, putaran demi
putaran saya lewati. Gerimis pun juga belum berhenti. Kondisi burung kecil itu semakin parah di setiap
putarannya. Hingga pada akhirnya, di putaran terakhir, saya melihat burung
kecil itu telah menyatu dengan aspal yang basah.
***
Pesan moral yang bisa
kita ambil dari cerita ini adalah …… saya nggak tahu. Mungkin malah nggak ada. Lalu
kenapa saya menulisnya di blog? Saya pikir karena saya nggak ingin melupakan
kisah burung kecil yang menyatu dengan aspal itu dari ingatan saya.
Belum ada Komentar untuk "Burung Kecil Di Gerimis Pagi"
Posting Komentar