Setelah Nonton Wiro Sableng [Review Film]


Apa sih kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang-orang untuk mengisi waktu luang mereka di sabtu sore? Hmm… jogging di area stadion? Duduk santai di taman? Jalan di mall? Atau nonton film di bioskop? Ya, paling cuman kisaran itu-itu aja sih opsinya. Atau, kalau kamu tinggal di desa, mungkin kamu bisa menambahkan menanam kacang panjang ke dalam daftar. Hehe.

By the way, kemarin, hari sabtu, tanggal 1 september 2018, untuk mengisi waktu senggang saya di sabtu sore, saya melaluinya dengan menonton film. Film yang saya tonton kemarin adalah Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Sebenarnya saya sih enggak minat-minat amat buat nonton film itu. Tapi berhubung diajakin teman (sialnya cowok -__-) dan lagi gabut, ya sudah saya ikut aja.

Ngomong-ngomong karena blog ini udah lama nggak terjamah, kayaknya ga ada salahnya juga kalau saya ngeriview film yang kemarin saya tonton. Hmm… oh, iya. disclaimer dulu, btw ini pertama kali saya meriview film di blog saya. Biasanya mah saya meriview anime. Itu pun juga dengan cara yang awur-awuran. Jadi kalau review yang saya tulis nanti terkesan agak aneh, ya tolong dimaklumi aja. Hehe.
***
SINOPSIS
Nusantara, abad ke-16, Wiro Sableng (Vino G Bastian), seorang pemuda, murid dari pendekar misterius bernama Sinto Gendeng (Ruth Marini), mendapat titah dari gurunya untuk meringkus Mahesa Birawa (Yayan Ruhian), mantan murid Sinto Gendeng yang berkhianat. Dalam perjalanannya mencari Mahesa Birawa, Wiro terlibat dalam suatu petualangan seru bersama dua sahabat barunya Anggini (Sherina Munaf) dan Bujang Gila Tapak Sakti (Fariz Alfarazi). Pada akhirnya Wiro bukan hanya menguak rencana keji Mahesa Birawa, tetapi juga menemukan esensi sejati seorang pendekar.
***
Ok, kita mulai saja ….

Aah, kok saya bingung ya harus mulai dari mana. Oh, saya tahu, mending saya mulai dengan memuji keasrian lokasi tempat film itu syuting. Tempatnya keliatan keren. Hutan-hutan gitu. Kalau buat foto-foto dan di upload di instagram, pasti keren banget, tuh.

Hmm … sepertinya saya memulai review saya dengan paragraf yang sangat keren, ya. Sangat-sangat terlihat seperti reviewer film professional, kan? Haha.

Saya mau bilang, ketika menonton Wiro Sableng kemarin, ada satu hal yang membuat saya terkejut. Itu tentang … jurusnya Wiro Sableng itu rasengan, ya? Iya rasengan. Rasengan yang itu, jurusnya Naruto. Ok, mungkin ini terdengar aneh tapi… pas Sinto Gendeng mengajari Wiro Sableng sebuah jurus yang saya ga tau namanya apa, pokoknya jurusnya itu kayak satu tangan berada di bawah dan tangan satunya lagi meliak-liuk di atasnya, kemudian di space kosong antara dua tangan itu, muncul pusaran angin. Waktu itu saya langsung mikir kayak … “ANJIR, INI MAH RASENGAN!”

Waktu itu saya langsung mikir jangan-jangan Wiro Sableng niru Naruto? Ah, tapi ga mungkin, dong. Kan Naruto dikarang tahun 1999. Sementara cerita Wiro Sableng yang novel, udah ada sejak 80an (atau mungkin sebelum itu). Jadi ga mungkin kalau Wiro Sableng niru Naruto. Atau jangan-jangan Naruto yang niru Wiro Sableng? Tapi… yakali Naruto niru Wiro Sableng -__-. Gamungkin lah, ya. Haha.

Gatau kenapa saya juga agak terganggu dengan ketawanya Wiro. Aneh aja gitu. Kayak maksa. Oh, iya. Pas bagian awal-awal film, pas Sinto ngobrol sama Wiro tentang ajarannya, di situ tiba-tiba muncul banyak sekali kata “212”. Haha. Emang sih “212” di sini yang dimaksud adalah ajarannya Sinto Gendeng. Tapi gatau kenapa saya pengen ketawa aja. Sumpah ya, mendengar banyak sekali kata “212” secara beruntun dalam waktu yang singkat itu bikin saya ……… gajadi ah, kayaknya bahaya kalau saya lanjutin. Wkwk.

Soal adegan berantem, pas nonton, secara reflek otak saya langsung mikir kayak … “OH, JADI WIRO SABLENG TUH VERSI KEARIFAN LOKAL DARI FILM-FILM JACKIE CHAN, THO?” haha. Iya, gatau kenapa saya langsung kepikiran sama Jackie Chan. Pemicunya jelas, karena mereka sama-sama berantem dengan cengengesan.

Di film ini, saya akhirnya tahu kegunaan sesungguhnya dari sebuah kapak. Jadi begini, awalnya selama ini karena senjata Wiro adalah kampak, saya pikir cara menggunakannya adalah dengan membacokkannya pada tubuh lawan. Apalagi kapak tersebut punya dua mata, pasti enak banget buat ngebacok lawan, kan. Eeh, pas kemarin nonton, ternyata kampaknya…. DITIUP BUAT JADI SULING! -___-. Astagaaa, gimana ceritanya kapak ditiup bisa ada bunyinya wooooooy! -___-

Apa lagi, ya? Oh, iya. kayaknya film Wiro Sableng alurnya kecepetan, deh. Eh, kecepetan ga, sih? Entah menurut kamu gimana. Tapi kalau menurut saya iya. Jadi kayak isinya tuh cuman berantem, berantem, dan berantem. Kayak buru-buru gitu. Ga ada waktu buat memperkenalkan tokoh. Jadi yang saya rasakan adalah saya jadi ga bener-bener tahu sebenarnya karakter si anu itu gimana, si ini itu gimana. Ga ada waktu buat nyantai. Pokonya berantem mulu. Dan ga tau kenapa, liat orang-orang yang ‘ga saya kenal’ tiba-tiba berantem mulu membuat saya sedikit capek. 

Ya, jujur saya capek nonton film Wiro Sableng kemarin. Buat fans Wiro Sableng, sorry yak (^~^). Udah lah segini aja reviewnya. Saya udah gatau lagi harus nulis apa. Haha.

Belum ada Komentar untuk "Setelah Nonton Wiro Sableng [Review Film]"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel