Rio Haryanto Didepak Manor, Saya Rasa Wajar
Belakangan ini
sepertinya media sedang ramai membicarakan perihal didepaknya Rio Haryanto oleh
tim Manor Racing dari statusnya sebagai pembalap utama di tim tersebut pada
gelaran F1 musim 2016. Dan tanggapan dari masyarakat Indonesia terhadap kabar
itu tentunya didominasi oleh tanggapan yang menyiratkan kekecewaan. Namun, bagi
saya sendiri, seperti yang saya tulis pada judul artikel ini, menurut saya
didepaknya Rio adalah hal yang wajar. Bahkan jika saya melihat itu dari sudut
pandang tim Manor, saya pikir itu bukan lagi keputusan yang wajar, namun tepat.
Kenapa keputusan Manor
untuk mendepak Rio di pertengahan musim adalah sesuatu yang tepat?
Pertama, tentu saja
karena prestasi. Dari 12 balapan yang sudah dijalani oleh Rio musim ini, 3 kali
dia tidak mampu menyelesaikan balapan. Lalu di 9 balapan lain di mana Rio bisa
finis, tidak satu pun poin yang bisa dia raup. Ah, boro-boro poin, bahkan finis
di depan pembalap lain saja sepertinya Rio kesulitan.
Dari 9 balapan itu,
posisi terbaik Rio adalah saat dia bisa finis di posisi 15 di GP Monaco. Itu
pun lagi-lagi dia berada di posisi buncit karena memang hanya 15 pembalap saja
yang bisa menyelesaikan balapan. Yang parahnya lagi, di balapan itu Rio
dioverlap 4 kali!
Hasil terbaik sejati
yang Rio Haryanto dapatkan sebenarnya adalah ketika dia turun untuk membalap di
GP China yang juga merupakan balapan ketiga di F1 musim ini. Saat itu Rio
memang hanya bisa finis di posisi ke 21, namun itu adalah satu-satunya moment
di mana Rio Haryanto bisa finis di depan pembalap lain. Tepatnya finis di depan
Joylon Palmer, pembalap asal Inggris yang finis di posisi ke 22.
Jadi bagaimana? Kalau melihat
prestasi Rio Haryanto, rasanya wajar kan kalau Manor mendepak dia di sisa musim
ini? Ah, sebenarnya prestasi memang bukan alasan utama pendepakan Rio, sih.
Ya, prestasi memang
bukan alasan yang utama. Karena alasan utama dibalik didepaknya Rio adalah
masalah keuangan. Dalam hal ini, Rio yang berstatus sebagai pay driver yang harus membayar 15 juta
Euro atau sekitar Rp. 218 miliar masih memiliki tunggakan pembayaran setengah
dari nilai yang sebelumnya saya tuliskan. Atau dengan kata lain Rio baru
membayar 8 juta Euro dan masih harus membayar uang sebesar 7 juta Euro atau
sekitar Rp. 101 miliar.
Rp. 101 miliar? Angka yang
fantastis, kan? Saya rasa anda juga mulai melakukan apa yang kini saya lakukan.
Membayangkan bisa untuk apa saja uang sebanyak itu. Kalau buat naik haji 27
kali … kayaknya masih sisa, deh? Hehe.
Dan karena tidak bisa
membayar kekurangan itu, maka mau tidak mau Manor membuat keputusan untuk
mencopot status Rio sebagai pembalap utama. Jadi kalau dipikir-pikir, Rio
Haryanto itu ibarat anak sekolah yang tidak mampu untuk membayar SPP. Apa yang
terjadi kepada anak yang tidak mampu membayar SPP? Hanya ada satu kemungkinan.
Dikeluarkan!
Loh,
tapi bukannya biasanya siswa yang kurang mampu akan mendapat beasiswa?
Ya, tepat sekali. Dengan
catatan jika siswa itu berprestasi tentunya.
Jadi bagaimana? Wajar kan
kalau Rio didepak sebagai pembalap utama karena tidak mampu membayar uang
sebesar Rp. 101 miliar?
Bahkan sejak awal
alasan kenapa Rio bisa membalap di F1 musim ini juga karena uang, kok. Jadi ketika
dia didepak karena alasan yang sama, rasanya wajar saja. Kita tentunya masih
ingat bahwa sebelum musim ini berlangsung, Rio bersaing dengan pembalap USA
bernama Alexander Rossi untuk memperebutkan satu tempat sebagai pembalap utama
Manor. Dan Rio pun terpilih. Kenapa? Tentu saja karena Rio berani membayar
lebih banyak.
Sebenarnya kalau
membandingkan prestasi antara Rio dan Rossi di musim lalu, jelas Rossi lebih
unggul dari Rio. Musim lalu, kedua pembalap ini sama-sama berlaga di GP2. Dan di
akhir musim, Rossi yang mampu mengumpulkan 181,5 poin bertengger di posisi
runner-up klasemen akhir. Mengungguli Rio yang hanya mengumpulkan 138 poin dan
menyelesaikan musim di posisi ke 4. Lalu kalau prestasi Alexander Rossi lebih
baik dari Rio Haryanto, kenapa Rio yang terpilih? Sekali lagi ya karena bayar.
Jujur saja saya sering
berpikir bahwa sebenarnya Rio Haryanto belum saatnya masuk F1. Bahkan menurut
saya keikutsertaannya musim ini sangatlah dipaksakan. Ok, lah. Rio memang
pembalap yang berbakat dan potensial. Tapi sudah siapkah Rio berlaga di ajang
sebesar F1?
Saya sering berpikir
andai saja Rio bertahan di kompetisi GP2 beberapa tahun lebih lama dan
menunjukkan prestasi lebih dari sekedar bertengger di posisi 4 klasemen akhir,
bukan tidak mungkin kesempatan berlaga di F1 akan menghampirinya. Bukan sebagai
pembalap yang membayar tentunya. Karena jika berprestasi, saya rasa tim-tim
yang lebih baik dari Manor pasti akan tertarik untuk menggunakan jasanya.
Ah, sebenarnya sejak
awal Rio Haryanto sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa musim ini akan berjalan
buruk baginya. Masih ingat kejadian di latihan bebas ketiga di seri pertama
musim ini yang berlangsung di Australia? Saat itu Rio menabrak Romain Grosjean
di pit stop. Bukankah itu sebuah pertanda? Ah, entah kenapa setiap kali saya
mengingat kejadian itu, rasanya saya ingin tertawa. Hehe.
Mantaaab ulasannya gan (Y)
BalasHapusthanks gan. saya kira kalau misal ada yang comment di artikel ini isinya bakal menghujat karena artikelnya agak kontroversial. ternyata enggak. hehe. makasih udah berkunjung.
HapusKalo pendapat gue sih, Ya rio ga bisa lama di GP2 dari 2012-2015 4 tahun sudah rio di GP2 mau sampai kapan dia disana? Kalo pendapat gue Rio Rossi setara, ketika mereka ber 2 1 tim di caterham Rio berhasil dapat point dan podium sedangkan untuk rossi hanya 0 point
BalasHapusjadi berarti mau nggak mau Rio memang harus berani melakukan perjudian untuk melangkah ke F1 ya mas? karena emang udah agak kelamaan di GP2. menurut masnya sendiri gimana?
HapusSaya sih setuju-setuju aja sama isi artikelnya ya. Bisa dikatakan Rio gk terlalu berkembang di F1. Tapi kalau sampai dibilang melakukan perjudian saya rasa itu keterlaluan karna pay driver dalam dunia balap itu adalah hal yang wajar
Hapus