Upacara 17 Agustus Bagi Pelajar Itu Tidak Perlu Ada
Pernah ikut upacara
bendera 17 Agustus? Saya rasa hampir semua orang pasti pernah. Setidaknya waktu
dulu pas masih sekolah. Ya, meskipun kita berangkat dengan perasaan terpaksa. Lalu,
pernah lihat pelajar pingsan di ucapara itu? Lagi-lagi saya rasa hampir semua
orang pasti pernah. Bahkan, tadi siang saya mendapat kabar bahwa di Metro
Lampung ada seorang walikota yang jatuh pingsan saat memimpin upacara bendera.
Kemudian saya bertanya
dalam hati … masih perlukah upacara
bendera 17 Agustus diadakan?
Menurut saya sebenarnya
sudah tidak. Maksud saya, semua orang datang ke upacara itu pasti karena
keterpaksaan. Karena disuruh dan ada ancaman hukuman jika kita tidak
mengikutinya. Jika bisa memilih, tentu kita pasti memilih untuk tidak berangkat
–kecuali jika anda adalah anggota Paskibra-. Atau setidaknya, itulah yang dulu
saya rasakan. Dan ketika saya bertanya kepada beberapa teman saya, ternyata
mereka memberi jawaban bahwa dulu mereka juga hanya terpaksa ikut upacara
17-an.
Nah, timbul sebuah
pertanyaan. Untuk apa kita memperingati hari kemerdekaan dengan ikut dalam
sebuah kegiatan di mana kita terpaksa mengikutinya? Terpaksa berarti lawan kata
dari merdeka. Lalu untuk apa kita pergi ke lapangan dengan tujuan yang
seharusnya memperingati hari kemerdekaan dengan jiwa-jiwa yang tidak merdeka? Ini
hari kemerdekaan lho, ya.
Ok, sebelum melangkah
lebih jauh, saya ingin berkata bahwa saya tidak setuju dengan upacara yang melibatkan
para pelajar sekolah. Sekali lagi hanya pelajar sekolah. Saya tidak begitu
peduli dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang di istana.
Kembali ke pembahasan …
Tapi
upacara ini kan untuk meningkatkan rasa nasionalisme?
Meningkatkan rasa
nasionalisme? Maksudnya cinta negara? Yang ada faktanya adalah para pelajar
banyak yang mengeluh karena cuaca terasa sangat panas. Dan tentu kita sadar
bahwa mengeluh adalah ekspresi dari rasa tidak senang. Jadi, sepertinya tidak
mungkin akan ada cinta yang tumbuh dari ketidak senangan.
Masih mending kalau cuma
mengeluh. Bagaimana kalau pingsan? Ah, sepertinya satu-satunya hal yang saya
ingat ketika mengikuti upacara bendera 17 Agustus dulu adalah pengatahuan baru
bahwa ternyata matahari pukul 10 pagi benar-benar terasa panas.
Nah, yang bahaya adalah
jika kemungkinan itu akan muncul. Kemungkinan terbesar dan terburuk bahwa para
pelajar akan membenci tanggal 17 Agustus karena mereka sadar bahwa itu adalah
hari di mana mereka akan terbakar oleh panasnya cuaca di luasnya lapangan yang
mungkin tak lagi hijau. Atau mungkin, karena mereka tetap harus masuk di mana
angka di kalender tercetak dengan warna merah yang menyala. Sebuah warna yang
harusnya menjadi pertanda akan hadirnya hari yang disebut dengan hari libur.
Bahkan menurut saya,
sebaiknya 17 Agustus itu diliburkan saja. Tanpa harus pergi ke lapangan untuk
upacara.
Apa,
17 Agustus libur tanpa upacara?
Ya, dengan liburnya
tanggal 17 Agustus, maka pasti akan ada kegiatan-kegiatan menyenangkan yang digelar
di hari itu. Misalnya contoh paling sederhana adalah lomba untuk anak-anak yang
biasa diselenggarakan oleh organisasi karang taruna.
Loh,
tunggu! Bukannya selama ini lomba anak-anak di bulan Agustus itu memang sudah
berlangsung setiap tahunnya?
Memang. Tapi tidak
pernah benar-benar digelar pada tanggal 17 Agustus. Biasanya lomba digelar pada
hari minggu terdekat dengan tanggal 17 Agustus. Kenapa? Ya karena 17 Agustus
mereka harus upacara. Tapi jika hari itu libur, pasti lomba-lomba itu juga akan
digeser tanggal penyelenggaraannya.
Jika tanggal 17 Agustus
benar-benar libur dan lomba-lomba diadakan di hari itu, saya yakin para pelajar
yang sebelumnya mengeluh akan tertawa dengan ceria. Maksud saya, memangnya
siapa coba yang tidak akan larut dalam serunya lomba Agustusan seperti itu? Dan
karena mereka akan tertawa dengan ceria, maka artinya mereka merasa bahagia.
Bahagia di hari
kemerdekaan. Bukankah ini bagus? Bukankah dengan merasa senang di hari kemerdekaan
akan membuat mereka memiliki rasa cinta terhadap hari itu? Ya, saya pikir
demikian. Setidaknya akan timbul rasa cinta terhadap tanggal 17 Agustus yang sakral
itu. Itu artinya, di situ bibit-bibit rasa nasionalisme akan tumbuh.
Tunggu!
Tapi bukannya upacara adalah cara bagi bangsa untuk mengenang jasa perjuangan
para pahlawan?
Saya rasa, para pahlawan
akan lebih senang jika anak-cucunya tertawa dalam cerianya suasana peringatan
hari kemerdekaan daripada harus melihat para penerus bangsa mengeluh karena
kepanasan.
Dan saya rasa, daripada
melihat kondisi seperti ini …
Para Pahlawan akan
lebih bahagia jika melihat yang ini …
MERDEKA!
Belum ada Komentar untuk "Upacara 17 Agustus Bagi Pelajar Itu Tidak Perlu Ada"
Posting Komentar