Satyawati, Pemicu Sejati Perang Bharatayudha
Dalam cerita epos
Mahabharata yang sangat legendaris, seperti yang kita tahu terjadi sebuah
bencana besar berupa perang saudara maha dahsyat yang melibatkan dua kubu
bersepupu antara Kurawa dan Pandawa yang memperebutkan tahta Hastinapura. Perang
besar selama 18 hari yang biasa dikenal dengan sebutan perang Bharatayudha.
Setiap peristiwa
mustahil terjadi tanpa adanya pemicu. Jika seseorang ditanya tentang siapa
kira-kira pemicu dari semua kekacauan di Hastinapura tersebut, saya yakin akan
muncul beberapa jawaban yang berbeda. Mungkin beberapa akan menjawab Sangkuni
si tukang hasut yang berwatak licik. Yang lainnya mungkin akan menjawab
Duryudana yang serakah. Atau bahkan mungkin akan ada yang menjawab Destrarastra,
raja buta Hastinapura yang tak lain merupakan ayah seratus Kurawa yang selalu
memanjakan Duryudana dan tak mampu untuk meredam segala rencana jahat anak
tertuanya.
Memang, semua orang
boleh berpendapat. Tidak ada yang salah dengan memiliki pendapat yang berbeda. Namun
bagi saya, orang yang menjadi sumber dari segala bencana di Hastinapura
bukanlah nama-nama yang saya sebut di paragraf sebelumnya. Karena menurut saya,
justru Satyawati adalah orangnya. Ya, Satyawati istri raja Santanu yang tidak
lain dan tidak bukan merupakan nenek buyut Pandawa dan Kurawa adalah pemicu
dari semuanya.
Kenapa bisa Satyawati
orangnya? Di postingan kali ini saya akan mencoba untuk menjelaskannnya. Tentunya
sesuai dengan kapasitas pengetahuan dan daya berpikir saya yang pastinya
terbatas.
Sebenarnya alasannya
sangat sederhana, sih. Karena gara-gara Santanu menikah dengan Satyawati, Bisma
alias Dewabrata tidak bisa menjadi raja Hastinapura. Udah sebenarnya hanya itu
saja alasannya menurut saya.
Nah, karena
pertanyaannya sudah terjawab, jadi marilah kita mengakhiri postingan kali ini.
Semoga postingan saya membawa manfaat bagi siapa saja yang membacanya.
……
Hah?! Penjelasannya cuma
gitu aja?! Kembalikan waktu beberapa menit saya yang terbuang percuma!
Tenang, saya hanya
bercanda, kok. Hehe.
Baiklah, saya akan
mulai dari awal. Jadi begini ceritanya …
Suatu hari, Santanu
raja dari Hastinapura mencium bau yang sangat harum yang berasal dari dekat
sungai Yamuna. Karena penasaran dengan bau yang sangat harum tersebut, Santanu
ingin mengeceknya sendiri. Dan akhirnya, sang raja menemukan bahwa bau harum
tersebut berasal dari diri seorang gadis bernama Satyawati. Dalam dunia wayang
Jawa, Satyawati lebih dikenal dengan nama Durgandini.
Jatuh cinta. Ya, itulah
reaksi pertama yang ditunjukkan oleh Santanu ketika melihat Satyawati. Dan karena
sudah terlanjur terpikat, tanpa membuang waktu, Santanu segera melamar
Satyawati untuk menjadi istrinya. Kalau jadi raja enak, ya. Jatuh cinta ya
tinggal lamar aja. Coba kalau orang biasa, mau ngelamar pasti mikir ribuan kali.
Meski Santanu adalah
raja, tapi nggak serta merta juga Satyawati menerima lamaran Santanu. Satyawati
mau, tapi ada syaratnya. Dan syaratnya adalah yang menjadi penerus Santanu
sebagai raja di Hastinapura haruslah anak serta keturunan Satyawati.
Syarat itu, meski
sederhana tapi adalah sebuah syarat yang sangatlah susah untuk dipenuhi. Kenapa?
Karena di saat yang sama, Hastinapura telah memiliki pangeran mahkota bernama
Bisma yang tak lain adalah putra Santanu hasil hubungannya dengan Dewi Gangga. Jadi,
syarat dari Satyawati yang ingin anak turunnya menjadi penerus tahta
Hastinapura hampir mustahil terlaksana karena memang tahta Hastinapura sudah
menjadi hak dari Bisma. Karena Santanu sadar syarat dari Satyawati nggak
mungkin dia penuhi, akhirnya sang raja pulang ke istana dengan kekecewaan.
Sayangnya, raja Santanu
ini bukan tipe orang yang mudah move on. Selama beberapa waktu, sang raja
selalu terlihat murung dan galau. Dan kegalauan sang raja, akhirnya disadari juga
oleh Bisma sang putra mahkota. Bisma pun mencari tahu penyebab dari kegalauan
bapaknya. Singkat cerita, akhirnya Bisma mendapat informasi kalau bapaknya
galau karena gagal nikah lagi lantaran nggak mampu untuk memenuhi syarat yang
diajukan oleh gadis yang dicintai bapaknya.
Sebagai anak yang
berbakti, jelas Bisma nggak bisa diam saja. Akhirnya Bisma mengambil inisiatif.
Dia datangi gadis yang menolak bapaknya. Lalu didepan Satyawati, Bisma berjanji
bahwa jika Satyawati mau menikah dengan bapaknya, maka dia tidak akan mau
menjadi penerus tahta Hastinapura. Bahkan, untuk semakin meyakinkan Satyawati,
Bisma sampai bersumpah bahwa dia nggak akan menikah sampai seumur hidupnya. Singkat
cerita, akhirnya Satyawati mau menikah dengan Santanu. Semua tentu berkat
pengorbanan Bisma.
Nah, di sini sebenarnya
awal mula dari segela permasalahan yang terjadi. Masalah sebenarnya kalau
menurut saya terjadi karena Bisma tidak menjadi penerus tahta Hastinapura. Padahal
menurut saya dia adalah orang yang paling pantas untuk mejadi raja Hastina. Tapi
sayangnya hal itu nggak mungkin terjadi karena terbentur janji.
Kenapa saya beranggapan
bahwa Bisma adalah yang paling layak untuk menjadi penerus raja Santanu?
Alasannya sederhana. Bisma
adalah orang yang bijak, berbudi baik, kuat, sakti, dan bahkan berumur panjang.
Jadi dengan kebijakan dan kebaikan budi Bisma, Hastinapura akan tentram. Dan dengan
kekuatan serta kesaktian Bisma, Hastinapura akan jadi negeri yang disegani atau
bahkan ditakuti negara lain. Lalu dengan berumur panjang, maka dalam jangka
waktu yang lama pula Hastina akan tentram dan disegani.
Lalu, apa yang terjadi
dengan kerutunan Satyawati?
Secara singkat, bisa
dikatakan gagal total. Satyawati memiliki dua anak dari Santanu, Citranggada
dan Wicitrawirya. Citranggada meninggal di usia muda di medan perang. Sementara
Wicitrawirya meninggal sesaat setelah dinobatkan menjadi raja karena penyakit
paru-paru. Citranggada nggak punya anak. Wicitrawirya punya dua, Destrarasta
dan Pandu.
Destrarasta yang
seharusnya menjadi pangeran mahkota karena merupakan putra tertua malah
terlahir buta. Maka dari itu, tahta Hastina diserahkan kepada Pandu. Namun kekuasaan
Pandu juga nggak berlangsung lama karena akhirnya dia meninggal karena kutukan
dari seorang resi. Oleh sebab itu, tahta akhirnya diberikan kepada Destrarasta.
Masa pemerintahan
Destrarasta ini juga nggak beres. Karena buta, tentu pemerintahannya nggak
berjalan secara maksimal. Dan akhirnya, Destrarasta seolah disetir oleh saudara
iparnya, Sangkuni. Destrarasta ini sangat mencintai anaknya terutama Duryudana
dan ingin menjadikan Duryudana sabagai raja Hastina penerus dirinya. Namun, hal
itu terhalang oleh fakta bahwa Yudhistira putra Pandu usianya lebih tua dari
Duryudana. Dan sesuai tradisi Hastina, yang lebih tua lah yang akan jadi
rajanya.
Setelahnya, kita semua
tahu apa yang terjadi. Duryudana dengan strategi licik pamannya Sangkuni,
berusaha mati-matian untuk menyingkirkan Yudhistira beserta Pandawa. Hingga puncaknya
terjadi perang besar Bharatayudha.
Dan tahukah kalian,
perang Bharatayudha yang memakan banyak korban dari kedua belah pihak nggak
akan pernah terjadi jika saja Satyawati nggak pernah mengajukan syarat kepada
Santanu bahwa kelak yang akan memegang tahta Hastinapura adalah keturunannya.
Karena faktanya, kedua belah pihak yang bertempur dalam Bharatayudha adalah
keturunan Satyawati.
Dan andai saja
Satyawati nggak pernah mengajukan persyaratan itu, maka sudah bisa dipastikan
Bisma yang akan menjadi pengganti Santanu. Dan seperti yang saya sebut di atas,
maka Hastinapura akan tentram, damai, disegani negeri lainnya, dan pastinya
terhindar dari perang besar.
Jadi, kurang lebih
itulah alasan kenapa saya menyebut bahwa Satyawati adalah pemicu dari bencana
besar Hastinapura. Secara tidak langsung, Satyawati adalah penyebab terjadinya
perang besar Bharatayudha.
Kalau tdk ada perang Barathayuda, cerita Mahabharata tidak seru jadi seperti drama sinetron biasa saja.
BalasHapusiya juga ya. hahaha
Hapus