Pondok Sobron Kedua, Tetap Asik Kok
Hai netizen. Kali ini
aku pengen cerita tentang pengalamanku waktu berkelana –Hah? Berkelana?- di
Pondok Sobron untuk yang kedua kalinya.
Sebenarnya peristiwa
itu sudah terjadi agak lama. Tepatnya waktu aku masih semester 2. Atau lebih
detailnya pada tanggal 4-7 April 2015. Udah lama, kan?
Walau udah lama tapi
tetep aku tulis di blog ini dong. Alasan kenapa aku tetep menulis artikel
tentang Sobron kedua adalah … ya karena entah kenapa aku merasa bertanggung
jawab untuk berbagi pengalaman tentang pengalamanku itu.
Terus, karena yang
Sobron pertamanya aja ditulis, jadinya kayak nanggung aja gitu kalau yang kedua
enggak ditulis sekalian.
Sama seperti di Sobron pertama, aku pergi ke sini bertujuan untuk menempuh kuliah Studi Islam.
Bedanya, kalau yang Sobron pertama namanya Studi Islam 1. Kalau yang kedua
namanya Studi Islam 2. Udah gitu aja sih bedanya.
Ok, daripada kelamaan,
kayaknya mending kita langsung aja masuk ke pembahasan tentang peristiwa apa
aja yang terjadi selama 4 hari 3 malam di Pondok Sobron.
HARI PERTAMA
Banyak banget yang
bilang kalau Sobron kedua selalu lebih mending daripada Sobron pertama. Dan di
hari pertamaku di Sobron kedua, aku merasakan sendiri bahwa anggapan itu
ternyata benar-benar tidak salah.
Entah kenapa rasanya
lebih tenang aja. Lebih santai pokoknya. Kayak terbiasa gitu. Mungkin karena
kita udah tahu tentang seluk-beluk Sobron kali ya.
Di hari pertama ini
juga dibagi kelompok dan kemudian presentasi. Seperti di Sobron sebelumnya, aku
presentasi.
Oh, iya. Hampir lupa. Di
malam pertama kami di Sobron ternyata berbarengan dengan peristiwa gerhana
bulan. Alhasil kami semua digiring ke masjid samping Sobron untuk menunaikan
ibadah sunah Sholat Gerhana.
Yang paling aku ingat
tentang Sholat Gerhana itu adalah … waktu itu masjidnya penuh. Aku sholat di deket
pintu masuk. Di deket keset. Kesetnya bau banget. Semacam bau terasi.
Oh, iya. Di hari
pertama malamnya aku enggak bisa tidur.
HARI KEDUA
Sebenarnya aku udah
lupa sama apa yang terjadi di hari kedua. Apa ya?
Oh. Aku ingat. Waktu itu
aku disuruh buat ngisi kultum. Iya, jadi per kelas itu digilir buat kultum. Dan
dengan biadab temen-temenku menunjukku untuk mewakili kelas buat kultum.
Tapi sebenernya itu
bukan hanya terjadi di hari kedua aja. Tapi juga hari-hari lainnya. Jadi, setiap
kelasku dapat jatah kultum, aku selalu deg-degan. Soalnya pasti mereka nyuruh
aku buat maju.
Dan apa responku?
Aku menolaknya. Tentu saja
aku menolaknya. Bukan apa-apa, soalnya waktu itu aku emang beneran nggak berani
ngomong di depan umum pake mic. Benar-benar nggak berani.
Aku ingat waktu aku
masih sekolah di SMAIT Nur Hidayah Surakarta. Di sana juga digilir buat kultum.
Dan setiap kultum, kakiku selalu bergetar. Soalnya ya emang grogi banget. Harus
ngomong di depan banyak orang dan pake mic itu … mengerikan.
Tapi akhirnya
teman-temanku mengerti tentang hal itu. Mereka bilang …
“Ok, kamu nggak perlu
kultum. Tapi, pokoknya kamu harus mewakili kelas buat menyampaikan kesan dan
pesan pas penutupan Sobron.”
Dan entah kenapa
akhirnya aku bilang …
“Aa-aah. Yaudah nggak
papa.”
Oh, iya. Di hari kedua,
akhirnya aku bisa tidur dengan sangat-sangat pulas.
HARI KETIGA
Sepeti di Sobron sebelumnya, di hari ketiga kami disuruh membuat kelompok. Lalu disuruh bikin
mini drama.
Waktu itu kelompokku
disuruh bikin drama tentang bisnis meragukan. Dan apa bisnis yang kami
peragakan? Yap … MLM.
Lalu, bagaimana penampilan
drama kelompok kami? Seperti temanya, bisnis yang meragukan. Penampilan kelompok
kami benar-benar meragukan. Bahkan, aku sangat yakin bahwa itu sebenarnya
sangat buruk.
HARI KEEMPAT
Jika di Sobron pertama momen paling seru adalah kepulangan, maka di Sobron kedua ini ada yang lebih
seru dari hanya sekedar kepulangan.
Apa itu?
Yap. Tepat. Ngomong di
depan ratusan orang pake mic untuk menyampaikan kesan dan pesan mewakili
kelasku di penutupan Sobron.
Akhirnya, sore hari di
hari keempat tiba. Itu artinya saatnya aku untuk ngomong pake mic. Sial, waktu
itu aku benar-benar gugup. Rasanya kayak pengen mati aja.
Giliranku tiba. Waktu aku
memegang mic itu … tanganku bergetar. Atau dalam Bahasa Jawa hal itu biasa
disebut dengan NGEWEL.
Dan waktu aku mulai
berbicara, menyampaikan kesan dan pesan, menyampaikan keresahan selema di
Sobron, semua orang tertawa. Benar-benar meriah. Aku mendengar beberapa orang
di barisan depan berkata …
“Gila, jujur banget ni
orang.”
Waktu itu, rasanya
kayak benar-benar lagi stand up comedy. Entah kenapa aku puas banget. Sangat-sangat
puas. Itulah momen pertama dalam hidupku di mana bermodalkan sebuah mic yang
dulunya kutakuti bisa membuat semua orang tertawa.
Bisa dibilang, aku
keluar dari Sobron dengan perasaan yang bahagia. Sangat-sangat bahagia.
Dan tahukah kalian apa
yang kulakukan setelah aku keluar dari Sobron?
Dua hari setelahnya,
untuk pertama kalinya akhirnya aku memberanikan diri untuk nyobain open mic di acara
open mic rutinnya Komunitas Stand Up Comedy Kampus UMS. Dan akhirnya aku gabung
juga di komunitas itu. Hingga saat ini, aku masih bahagia dengan komunitas itu.
Andai saja Sobron kedua
nggak pernah terjadi, aku enggak yakin apakah saat ini aku sudah berani stand
up atau masih terpuruk dalam ketakutanku untuk mencoba sesuatu yang
sangat-sangat aku cintai. Ya, karena Sobron akhirnya aku berani untuk mencoba
stand up comedy. Sebuah kesenian yang sangat-sangat aku cintai.
Jika di Sobron pertama
aku berkata kalau Pondok Sobron itu asik, maka di Sobron kedua aku berkata
bahwa Pondok Sobron masih tetap asik. Tidak, tidak, tidak. Aku berani berkata
bahwa Pondok Sobron yang kedua jauh, jauh, jauh lebih asik.
kalau boleh tau mas faisal ini kuliah jurusan apaya? dan dimana?
BalasHapusSaya ambil Ekonomi Manajemen. Kuliah di UMS Solo. Kalau masnya sendiri?
Hapusbaru tamat tahun ini. belum kuliah :D
HapusOh. Berarti sama kayak saya dulu. Dulu saya lulus SMA tahun 2013. Tapi baru masuk kuliah tahun 2014.
HapusMas faisal, saya kuliah telat ini dan tujuan saya kuliah untuk mjd pribadi lebih baik, mgkn mas faisal dibawah saya satu tahun. Saya sangat tertarik dgn UMS mgkn karena univ tsb yg ga membatasi umur ya, kalau untuk perempuan haruskah berjilbab disana? Tips dan trik mengerjakan tes masuknya bisa dikasih tau, makasih mas
BalasHapuswew, untuk menjadi pribadi yang lebih baik. keren tuh. hehe. ngomong-ngomong saya juga telat kok kuliahnya. saya kelahiran 94 tapi baru masuk kuliah tahun 2014. jadi saya baru masuk kuliah pas usia 20, lebih tua dua tahun dari temen yang lain. kalo soal jilbab, mayoritas sih memang berjilbab. tapi yang saya tau ada beberapa mahasiswi yang nggak berjilbab juga. yang saya tau yang nggak berjilbab di ums yang agamanya non muslim. tips mengerjakan soal tes masuk? wadaw, yang penting yakin aja mbak. hehe
HapusWahh bisa buat info nih buat aku yg masih maba,semoga seperti cerita kakak ya kayaknya si asikk aja,:'v
BalasHapusemang asik2 aja. tapi kalo suruh ngulang lagi ya ogah wkwk
Hapus